Selasa, 06 Juni 2017

Bagaimana Memahami Hadis Nabi Muhammad SAW

Bagaimana Memahami Hadis Nabi Muhammad SAW


Hadits secara bahasa berarti sesuatu yang baru. Hadits juga berarti mimpi/ takwil mimpi, dan juga berarti kisah (contoh : haditsu musa” bermakna “kisah Musa”). Hadits secara istilah berarti apa – apa yang disandarkan/ diisbatkan kepada Nabi Muhammad Saw , baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir/ persetujuan (atau semacam itu dari ketiganya).
Hadits berupa perkataan disebut hadits qouliyah, Hadits berupa perbuatan disebut hadits fi’liyah, Hadis berupa persetujuan atau diamnya Nabi terhadap sesuatu disebut hadits taqririyah. Ada pula sebagian ulama’ yang menambahkan hadits hammiyah, yakni hadits yang berupa hasrat atau keinginan Nabi untuk melakukan sesuatu. Contoh hadits qouliyah : Hadits : Qola Rasulullah Saw : Innamal a’amalu binniyyat. Contoh hadits fi’liyah : Tata cara sholat “Shollu kama roaitumuni usholli”; Manasik haji. Contoh hadits taqririyah : Mudhorobah/ memakai harta orang lain untuk berdagang atau berusaha. Mudhorobah sudah ada sejak zaman jahiliyah. Rasululloh Saw membiarkan mudhorobah ini dilakukan oleh umat muslim, Diperbolehkannya wanita menuntut ilmu, Penggunaan mata uang asing, Dalam hal fiqih, yakni fiqh ibadah sholat, sholat rawatib dua rakaat sebelum magrib dilakukan oleh sahabat dan dibiarkan/ didiamkan oleh Nabi Saw.
Hadits ditinjau dari segi kredibilitas / kekuatan hukumnya dibagi menjadi :
Ø  Hadits shohih, dengan criteria :
Perawi harus adil, yang juga berarti takwa, Isi/ matannya tidak ilat/ cacat, Perowinya dhobit/ hafalannya sempurna, Hadits tesebut harus bersambung sanadnya sampai kepada Nabi Saw.
Ø  Hadits dhoif/ lemah
Ø  Hadits hasan (dikenalnya istilah hadits hasan ini pada zaman imam tirmidzi)
Kriteria hadits Shohih :
-          Perawi harus adil, yang juga berate takwa
Perawi adalah orang yang menyampaikan hadits
Perowi berakhir pada zaman 3 H yakni zaman Imam Bukhori, Imam Muslim, dll
-          Isi/ matannya tidak ilat/ cacat
-          Perowinya dhobit/ hafalannya sempurna
-          Hadits tesebut harus bersambung sanadnya sampai kepada Nabi Saw


Kedudukan As Sunnah (Hadits Nabi Saw) dalam Islam
As Sunnah merupakan penafsiran Al quran dalam praktek atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Pribadi Nabi Muhammad Saw adalah perwujudan dari Al quran yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari – hari. “Akhlaknya (Nabi Saw) adalah Al qur an” (Hadists riwayah Muslim).
Kedudukan As Sunnah ada tiga, yakni :
1.      Sebagai manhaj yang komprehensif (Syumuliyatul Manhaj)
Manhaj Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dalam dimensi “panjang”, “lebar”, dan “dalam” nya. Panjang adalah rentangan waktu secara vertikal kehidupan manusia, sejak saat kelahiran sampai kematiannya. Lebar adalah rentangan horizontal seluruh aspek kehidupan manusia dalam bermuamalah. Dalam berarti dimensi yang berkaitan dengan kedalaman kehidupan manusia, yaitu mencakup tubuh, akal dan ruh, meliputi lahir batin, dsb.
2.      Manhaj yang Seimbang (Washatiyatul manhaj)
Keseimbangan antara ruh dan jasad, antara akal dan kalbu, antara dunia dan akhirat, antara teori dan praktik, antara kebebasan dan tanggung jawab, dsb.
Surat AlBaqoroh ayat 143 menjelaskan tentang umat islam merupakan umat yang berada di “tengah-tengah”. Karenanya, Nabi Muhammmad Saw mengingatkan para sahabatnya yang berlaku berlebihan untuk berlaku seimbang. Tatkala Rasulullah Saw melihat Abdullah bin ‘Amr berlebih-lebihan dalam berpuasa, ber-qiyamul lail dan ber-tilawat Al Qur an , Rasulullah Saw memerintahkan nya agar melakukan semua itu dengan sedang-sedang saja, tidak berlebih-lebihan. Sabda beliau yang artinya :
Sungguh badanmu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk beristirahat), matamu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk tidur), isterimu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk disenangkan hatinya dan dipergauli dengan baik), dan para tamumu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk dihormati dan diajak berbincang), maka berikan hak-hak itu kepada masing-masing.” (HR Bukhari dalam Bab Puasa).
3.      Manhaj Memudahkan (Taisyiriyatul Manhaj)
Diantara cirri-ciri lainnya dari manhaj ini adalah keringanan, kemudahan, dan kelapangan. Muslim meriwayatkan hadits Rasulullah Saw : Sesungguhnya Allah Swt tidak mengutusku sebagai seorang yang mempersulit atau mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi aku diutus oleh-Nya sebagai pengajar dan pembawa kemudahan.
Dan ketika Rasulullah Saw mengutus Abu Musa dan Mu’adz ke Yaman, beliau berpesan kepada mereka berdua dengan sebuah pesan yang ringkas namun padat : Permudahlah dan jangan mempersulit, gembirakanlah mereka dan jangan menyebabkan mereka menjauh, dan berusahalah kalian bedua untuk senantiasa bersepakat dan jangan bertengkar. (HR Bukhori Muslim).

Kewajiban Kaum Muslimin terhadap As Sunnah
è Memahami manhaj nabawi yang terinci ini dengan sebaik – baiknya dan berinteraksi dengannya dalam aspek hukum dan moralnya.
Karena sekarang ini terjadi krisis pemahaman umat muslim terhadap sunnah Nabi Saw.
Tiga penyakit yang harus dihindari oleh umat muslim sebagaimana dipesankan Nabi Saw dalam salah satu sabdanya, yakni :
1.      Penyimpangan kaum ekstrem
Sikap berlebihan /ekstrem dalam agama. Telah diriwayatkan dari Ibn Abbas, dari Nabi Saw :
Jangan sekali-kali kamu sekalian bersikap berlebihan (ghuluw) dalam agama. Sebab, sikap seperti itulah yang telah membinasakan orang-orang dahulu sebelum kamu”.
2.      Manipulasi orang sesat
Pemalsuan atau manipulasi yang dilakukan oleh orang-orang sesat, membuat sesuatu yang diada-adakan yang pada hakikatnya bertentangan dengan watak aslinya, tak dapat diterima oleh akidah maupun syariatnya, dan bahkan tidak dikehendaki sama sekali oleh ushul (pokok-pokok ajaran) dan furu’ (cabang-cabang)nya.
3.      Penafsiran orang-orang jahil
Ada pula panafsiran yang buruk, yang merusak hakikat agama Islam, menyelewengkan konsep-konsepnya dan mencoba mengurangi integritasnya. Penafsiran yang buruk dan pemahaman yang lemah dan keliru ini merupakan ciri orang-orang jahil yang tidak mengerti Islam dan tidak mampu meresapi jiwa atau semangatnya.

Prinsip – prinsip dasar dalam berinteraksi dengan Assunnah Annabawiyah
Pertama, meneliti dengan seksama tentang ke-shahih-an hadits yang dimaksud sesuai dengan acuan ilmiah yang telah ditetapan oleh para pakar hadits yang dipercaya.
Kedua, dapat memahami dengan benar nash-nash yang berasal dari Nabi Saw sesuai dengan pengertian bahasa (Arab) dan dalam rangka konteks hadits tersebut serta sebab wurud (diucakannya) oleh beliau.
Ketiga, memastikan bahwa nash tersebut tidak bertentangan dengan nash lainnya yang lebih kuat kedudukannya, baik yang berasal dari Al quran, atau hadits-hadits lain yang lebih banyak jumlahnya, atau lebih shahih darinya, atau lebih sejalan dengan ushul.

Daftar Pustaka :

1.      Buku “Bagaimana Memahami Hadis NAbi SAW : Kaifa nata’amalu ma’a as shunnah. Karya DR. Yusuf Qardhawi. Penerjemah : Muhammad Al Baqir. Penerbit Karisma  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar