Kamis, 28 Agustus 2014

SHALAHUDDIN AL-AYYUBI

SHALAHUDDIN AL-AYYUBI : PAHLAWAN ISLAM PEMBEBAS BAITUL MAQDIS


Shalahuddin Al-Ayyubi ialah sosok sultan (penguasa), panglima perang, mujahid sejati, ulama yang faqih, politisi ulung, penempuh jalan zuhud, serta seorang insan yang memiliki karakter belas kasih luar biasa. Ia komandan perang yang ditakuti lawan, seorang raja yang memainkan peran politik penuh intelijensi dan inspirasi, seorang hamba sholih yang berdoa penuh khusyuk seraya berlinang air matanya, mengharap pertolongan Rabb nya, seorang ahlusunnah yang berjasa membersihkan Mesir dari sekte Syiah Rafidhah (Dinasti Ubaidiyah / Fathimiyah), dan seorang pemimpin mulia yang memenuhi janji, konsisten dengan kesepakatan, serta pemurah hati.
Shalahuddin berasal dari keluarga suku Kurdi yang memiliki asal usul mulia dan sangat terhormat. Shalahuddin Al-Ayyubi dilahirkan pada tahun 532 H (1137 M) di Benteng Tikrit, sebuah kota tua yang jaraknya lebih dekat ke Baghdad daripada ke Mosul. Di antara keajiban takdir adalah bahwa kelahiran Shalahuddin bertepatan dengan keluarnya perintah dari Mujahiduddin Bahruz, penguasa Baghdad kepada Najmuddin Ayyub dan saudaranya Shirkuh, agar meninggalkan kota Tikrit. Perintah tersebut dikeluarkan menyusul pembunuhan yang dilakukan ileh Shirkuh terhadap salah seorang komandan benteng.

Tauladan Seorang Pemimpin
Adalah Shalahuddin menjadi teladan yang baik bagi rakyat dan prajuritnya. Ia memulai pekerjaan dengan dirinya, kemudian mengajak orang lain untuk mengikutinya. Tindakanya ini tumbuh dari pemahaman yang bersih. Hal itu karena ia memahami betul bahwa kedudukan yang tertinggi dalam masyarakat manapun adalah terletak di pundak pekerja. Pekerjaan menjadi dasar penghargaan bagi individu maupun masyarakat, dan merupakan poros berbagai hubungan sosial. Disebabkan inilah ia dicintai oleh semua orang... Cinta inilah yang menjadi rahasia kesuksesan dan kekuatannya. Tatkala memutuskan untuk membangun pagar yang mengitari Baitul Maqdis dan menggali parit di sekelilingnya, ia sendiri yang terjun memimpin pengerjaannya. Ia mengangkut bebatuan di pundaknya, sehingga semua orang dari berbagai kalangan; para fuqaha, orang-orang kaya, kaum kerabat maupun orang-orang lemah, beramai-ramai ikut bekerja dengannya. Karena itulah ia dihormati oleh semua orang.

Pesan Seorang Ayah kepada Generasi Penerusnya
Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi berpesan kepada putranya, Al-Malik Azh-Zhahir Ghazi :
“Aku berpesan kepadamu agar bertakwa kepada Alloh Swt, karena takwa adalah pangkal setiap kebaikan. Aku memerintahkanmu menjaga apa-apa yang diperintahkan Alloh kepadamu, karena itu merupakan jalan keselamatanmu. Aku memperingatkanmu tentang darah, campur tangan dalam urusannya, dan memikul tanggung jawab untuknya. Karena darah itu tidak pernah tidur. Aku berpesan kepadamu agar engkau menjaga hati rakyat dan memperhatikan kondisi mereka. Engkau adalah kepercayaanku dan kepercayaan Alloh atasnya. Aku berpesan kepadamu agar menjaga hati para pejabat, pejabat-pejabat negara, dan para pembesarnya. Tidaklah engkau sampai kepada apa yang engkau capai, melainkan melalui bantuan orang lain. Janganlah engkau mendendam seorang pun, karena kematian itu tidak menyisakan siapapun (maksudnya, orang yang didendami pasti akan mati juga). Waspadai hubungan antara dirimu dan orang lain, karena engkau tidak akan diampuni, kecuali karena keridhaan mereka, sedangkan hubungan antara dirimu dengan Alloh, maka Alloh akan mengampunimu melalui taubatmu kepada-Nya, karena Dia Maha Pemurah.”
Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi wafat setelah shalat shubuh di hari Rabu 27 Shafar 589 H.
(An-Nawadir As-Sulthaniyah wal Mahasin Al-Yusufiyah dalam Shalahuddin Al-Ayyubi Pahlawan Islam Pembebas Baitul Maqdis, Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Pustaka Al-Kautsar)

Sikap politik dan Kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubi
Diantara berbagai nilai edukatif yang dapat ditangkap dari pengarahan yang disampaikan oleh Shalahuddin dalam berbagai suratnya sebagai pemimpin politik dan umat, yaitu :
1)      Berpegang pada prinsip kepatuhan kepada waliyul amr (pemimpin islami)
2)      Membersihkan simbol-simbol bid’ah dari berbagai mimbar dakwah
3)      Larangan dari sikap fanatik kepada madzhab
4)      Menganjurkan keutamaan bersikap adil dan perlakuan baik kepada rakyat
5)      Perhatian terhadap masalah peradilan

Strategi Militer Panglima
Shalahuddin mulai memperkuat pertahanan berbagai kota, membangun sejumlah benteng dan membentuk pasukan untuk menghadang serangan apapun yang dilancarkan terhadapnya. Kala itu ia memfokuskan pada pembangunan berbagai kekuatan laut. Karena ia menyadari, bahwa kekuatan bangsa Eropa terletak di laut dan kelemahan mereka di darat. Dia harus membangun armada perang untuk mencegah konvoi armada laut bangsa Eropa ketika akan mendukung kerajaan-kerajaan salib di pesisir Syam dengan perbekalan, persenjataan dan bala tentara; setiap kali mereka mendapatkan tekanan militer melalui daratan. Shalahuddin memperhatikan pentingnya hubungan jalur perdagangan dan transportasi antara dua lautan; laut tengah dan laut merah.
Taktik dan strategi militer yang digunakan pasukan Al-Ayyubi antara lain dengan taktik serangan kilat, dengan taktik perang gerilya dan melakukan penyerangan terhadap musuh secara tiba-tiba dan memperoleh kemenangan sebelum musuh mampu menghimpun kekuatan, menguasai sumber air dan makanan, serta taktik bertempur secara bergantian yang dimaksudkan untuk melemahkan pasukan musuh.

Shalahuddin memasuki Baitul Maqdis dan Makna Toleransi
Shalahuddin memasuki kota Baitul Maqdis pada hari Jumat 27 Rajab 583 H, setelah Balian memberikan perintah kepada penjaga kota untuk melepaskan senjata dan menyerah kepada tentara Islam. Hari itu hari yang bersejarah, panji-panji Islam berkibar di sepanjang tembok kota. Blokade Shalahuddin terhadap kota ini berlangsung selama 12 hari. Dengan jatuhnya Al-Quds, jatuhlah sebagian besar kota-kota dan wilayah yang masih dalam penguasaan kristen Eropa di sebagian  besar wilayah Syam. Shalahuddin memasuki Al-Quds pada 27 Rajab, bertepatan dengan Malam Isra’. Shalahuddin memerintahkan untuk mengembalikan Al-Quds seperti semula sebelum diduduki pasukan salib karena mereka telah banyak melakukan perubahan simbol-simbol Islam di kota itu. Sejarah tidak mengenal penaklukan yang lebih santun dari penaklukan kaum Muslimin. Shalahuddin menepati janjinya. Dia mempersilakan orang yang membayar tebusan untuk keluar. Dia telah menunjuk amir-amir untuk menyambut orang-orang yang akan keluar kota, dan menerima tebusan darinya, lalu mengizinkan mereka pergi. Sejarawan Inggris Lin Paul mengungkapkan kekagumannya kepada Shalahuddin, dia mengatakan “Waktu itu adalah kesempatan bagi penguasa Muslim untuk mengajari kristen Eropa makna toleransi. Shalahuddin dan amir-amir lainnya telah membuktikan kemurahan haati dan toleransi ketika ribuan masyarakat kristen Eropa tidak sanggup membayar tebusan yang telah ditetapkan, Raja ‘Adil, Patrick dan Balian memohon untuk membebaskan ribuan tawanan, Shalahuddin pun mengabulkan permintaan itu dan membebaskan mereka. Shalahuddin juga memperlihatkan makna toleransi dan akhlak mulia dengan memperlakukan tawanan dengan baik. Shalahuddin mencontoh akhlak Rasulullah Saw ketika membebaskan warga kota Makkah dan para pemimpinnya dalam peristiwa Fathu Makkah, dengan sifat pemaaf, pengasih dan toleran. Shalat Jumat pertama di Baitul Maqdis, diadakan pada 4 Sya’ban 583 H. Masjid Al-Aqsha adalah masjid yang diagung-agungkan para raja, dipuji para rasul, dan disebut didalam AlQuran, “Maha Suci Alloh yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya” (Al-Isra’ : 1).
Sebelumnya, ketika konflik sedang berkecamuk, seorang wanita Kristiani meraung-raung, menangis sepanjang malam, karena bayinya hilang. Tangisan pilu wanita ini sampai terdengar ke perkemahan pimpinan pasukan salib. Lalu wanita itu disarankan agar meminta bantuan Sultan Shalahuddin, karena dia dikenal pemurah hatinya dan senang menolong. Maka wanita itu pun diantar untuk menuju ke perkemahan Sultan Shalahuddin. Dia menceritakan masalahnya sambil menangis pilu. Tidak perlu menunggu waktu lama, Sultan segera menugaskan prajuritnya untuk mencari bayi malang itu. Dengan izin Alloh, bayi itu pun berhasil didapatkan, lalu dihadirkan ke hadapan sang ibu. Tentu saja wanita itu sangat takjub, air matanya deras karena bahagia. Lalu Sultan memerintahkan agar wanita itu dan bayinya diantarkan dengan selamat sampai ke perkemahan pasukan salib.

Hubungan Amerika dan Israel
Para pemimpin Amerika  membicarakan pentingnya Israel di mata mereka. Koran Herald Tribune Internasional edisi no. 35818, tanggal 29 April 1998 M memuat pernyataan beberapa Presiden Amerika selama 50 tahun terakhir, sejak berdiri Israel sampai sekarang. Mereka semua menegaskan akan menjamin keamanan Israel. Koran itu menyebutkan : “Sejak terwujudnya kemerdekaan tahun 1948 M, Israel mempunyai tempat khusus di hati orang-orang Amerika dan di hati pemimpin Amerika. Di setiap kantor ada kepala yang menyadari betapa pentingnya keamanan Israel dalam tujuan nasional Amerika.
1)      Bill Clinton mengatakan : “Amerika dan Israel diikat oleh ikatan khusus, hubungan kami adalah seperti berlian berharga di antara bangsa lain. Sebagaimana kondisi Amerika sekarang, Israel menikmati demokrasi yang kuat sebagai lambang kebebasan. Dia adalah oase kemerdekaan, tempat berlindung orang-orang yang teraniaya dan tertindas.”
2)      George Bush : “Amerika Serikat dan Israel menikmati persahabatan lebih dari 40 tahun yang dibangun atas dasar saling menghormati, menegakkan prinsip-prinsip demokrasi, dan memulai mencari solusi perdamaian di Timur Tengah dengan menyadari bahwa ikatan yang menyatukan kedua negara ini tidak akan mungkin terpisahkan.”
3)      Renald Reagan : “Laki-laki dan perempuan setiap hari menetapkan keberanian dan keimanan, dan kembali pada tahun 1948 M saat Israel didirikan. Para kritikus mengklaim bahwa negara baru tidak akan mungkin berlanjut. Sekarang tidak seorang pun yang  meragukan bahwa Israel adalah tanah yang stabil dan menegakkan demokrasi di wilayah diktator dan penuh kekacauan.”
4)      Jimmy Carter : “Keberlangsungan Israel bukan semata masalah politik, tapi masalah moralitas. Inilah keimananku yang mendalam terkait dengannya, yaitu keimanan yang juga menjadi keimanan sebagian besar rakyat Amerika. Israel yang kuat dan aman, bukan hanya semata kepentingan orang-orang Israel, tapi juga kepentingan Amerika Serikat dan dunia semuanya.”
5)      Gerald Ford : “Dukunganku terhadap keamanan dan masa depan Israel dibangun atas undang-undang dasar, yaitu perhatian pribadi sebagai seorang yang berwawasan (berpendidikan) yang berperan mendukung Israel sehingga dihormati oleh warisan nasional kita.”
6)      Richard Nelson : “Orang-orang Amerika mengagumi bangsa yang menggali gurun dan merubahnya menjadi kebun-kebun. Orang-orang Israel telah menguatkan bukti-bukti yang dapat diterima orang-orang Amerika, dimana orang-orang Israel mempunyai keberanian, nasionalisme, idealis, dan cinta kebebasan. Saya telah melihat itu dan saya percaya dengannya.”
7)      John F. Kennedy : “Israel dibuat bukan untuk dilenyapkan, tapi akan tetap eksis dan tumbuh dengan pesat, sebagai hasil keamanan dan tanah air bagi orang pemberani. Tidak akan rusak dengan kebohongan-kebohongan atau dengan merusak moralitasnya, dia memikul perisai demokrasi dan menyiarkan pedang kebebasan.”
8)      Dwight Eisenhower : “Kekuatan kita telah menyelamatkan sisa-sisa bangsa Yahudi di Eropa demi hidup baru, harapan baru di tanah baru, kami bersama dengan tokoh-tokoh yang mempunyai tekad nyata, menghidupkan negara kecil, saya berharap ini akan berhasil.”
9)      Harry Truman : “Saya percaya Israel sebelum berdirinya seperti saya percaya Israel sekarang. Saya yakin Israel akan mempunyai masa depan cerah di depannya, bukan saja sebagai umat yang tersendiri, tapi merupakan perwujudan bagi cita-cita besar negara kita”.

(Resensi dari membaca buku yang ditulis oleh Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Shalahuddin Al-Ayyubi Pahlawan Islam Pembebas Baitul Maqdis, Pustaka Al-Kautsar)