Senin, 24 April 2017

Kisah Isra’ Mi’raj dalam Siroh Nabawiyah dan Kitab Tafsir

Kisah Isra’ Mi’raj dalam Siroh Nabawiyah dan Kitab Tafsir

Dalam Siroh Nabawiyah Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, yang banyak meringkas siroh Ibnu Hisyam yang menjadi landasan shiroh nabawiyah ulama’ karena memuat hadits shohih dan atsar shohabi yang shohih, dijelaskan bahwa Rasulllah Saw di Isra’kan dari masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, lalu ke sidratul muntaha menuju kedekatan yang dikehendaki Allah Swt.  Suatu perjalanan ke langit, menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt, bertemu dengan (ruh) para nabi. Allah swt berfirman dalam alquran :
“Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari apa yang dilihatnya dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. AnNajm ayat 17-18)
            Isra’ Mi’raj adalah jamuan kemuliaan dari Allah Swt, penghibur hati dan pengganti dari apa yang dialami Rasulullah Saw ketika berada di Thaif berupa penghinaan, penolakan dan pengusiran. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Ibnu Syihab az-Zuhri bahwa Isra’ terjadi pada tahun sebelum tahun hijriyah. Terjadi perbedaan pendapat mengenai bulan terjadinya peristiwa ini. Pendapat yang terkenal, Isra’ terjadi pada malam ke-27 bulan Rajab. Hal yang disepakati adalah bahwa peristiwa isra mi’raj ini terjadi setelah kepergian Nabi Muhammad Saw ke Thaif.
Sebelum ke Thaif, banyak musibah yang membuat hati Rasulullah Saw sedih, yakni wafatnya Abu Thalib paman yang sekaligus pelindung beliau dari gangguan kaum kafir Quraisy, serta wafatnya istri tercinta Khadijah r.a. pada tahun ke 10 dari kenabian.
Dalam kitab tafsirnya, Ibnu Katisr menjelaskan mengenai suroh Al Isra’ ayat 1 yakni :
            “Mahasuci Zat Yang telah memperjalankan hambaNya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkati sekitarnya agar Kami memperlihatkan kepadanya sebagian ayat kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Allah mengagungkan zat-Nya sendiri dan mementingkan urusan-Nya karena kekuasaannya atas apa yang tidak dapat dilakukan seorang pun selain Dia. Tidak ada Tuhan selain Dia dan tidak ada Rabb kecuali Dia ”Yang telah memperjalankan hamba-Nya” Muhammad Saw “pada malam hari dari Masjidil Haram,” yaitu masjid di Mekah, “ke Masjidil Aqsha” di Baitul Maqdis yang menjadi sumber para nabi sejak Ibrahim a.s. Oleh karena itu, mereka berkumpul di sana untuk menyambut Nabi Muhammad Saw. Beliau mengimami mereka di tempat tinggal mereka. Hal ini menunjukkan bahwa beliau merupakan imam besar dan pemimpin yang terkemuka. Semoga shalawat dan salam dari Allah dilimpahkan kepadanya dan kepada mereka semua.
Firman Allah Ta’ala, “Yang telah Kami berkati sekitarnya,” dalam hal tanam-tanaman dan buah-buahan “agar Kami memperlihatkan kepadanya,” yakni kepada Muhammad Saw, “sebagian ayat kami” yang besar, seperti firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya dia telah melihat sebagian ayat Tuhannya yang besar.” Kami akan menceritakan sebagian ayat ini yang dimudahkan Allah sebagaimana yang terdapat dalam hadits-hadits Nabi Saw.
Firman Allah Ta’ala, ”Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat,” yakni Maha Mendengar ucapan-ucapan hamba-Nya baik yang mukmin maupun yang kafir dan membenarkan maupun yang mendustakan, Maha Melihat terhadap mereka, lalu Dia memberikan kepada masing-masing sesuatu yang berhak mereka terima di dunia dan di akhirat.
Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw bersabda,
            Jibril membawakan untukku seekor Buraq, yaitu sejenis binatang yang berwarna putih. Binatang itu lebih panjang dari keledai dan lebih pendek dari pada baghal. Ia dapat melangkah sejauh mata memandang. Aku menungganginya hingga aku tiba di Baitul Maqdis. Lalu aku menambatkannya pada tambatan yang biasa digunakan oleh para Nabi.
Kemudian aku masuk Masjid dan shalat di dalamnya dua rakaat. Kemudian aku keluar. Tiba-tiba Jibril menemuiku sambil membawa wadah berisi khamar dan wadah yang berisi susu. Aku memilih susu. Jibril a.s berkata, “Engkau memilih yang benar”. Lalu aku dibawa naik ke langit.
Jibril meminta dibukakan pintu. Jibril ditanya, ‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab,’Aku Jibril.’ Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril menjawab, ”Dia telah diutus”. Lalu pintupun dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Adam. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Kemudian aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril meminta dibukakan pintu. Jibril ditanya, ‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab,’Aku Jibril.’ Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril menjawab,”Dia telah diutus”. Lalu pintupun dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria a.s. Keduanya menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Kemudian aku dibawa naik ke langit ketiga. Jibril meminta dibukakan pintu. Jibril ditanya, ‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab,’Aku Jibril.’ Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril menjawab,”Dia telah diutus”. Lalu pintupun dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Yusuf a.s. Dia diberi Allah separo ketampanan. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Kemudian aku dibawa  naik ke langit ke empat. Jibril ditanya, ‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab, ’Aku Jibril.’ Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril menjawab,”Dia telah diutus”. Lalu pintupun dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Idris. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Allah Ta’ala berfirman, ‘Dan Kami telah menaikkannya ke tempat yang tinggi.
Kemudian aku dibawa ke langit ke lima. Jibril ditanya lagi, ‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab,’Aku Jibril.’ Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril menjawab,”Dia telah diutus”. Lalu pintupun dibukakan untuk kami.Ternyata aku bertemu dengan Harun a.s. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Kemudian aku dibawa ke langit keenam. Jibril ditanya, ‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab,’Aku Jibril.’ Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril menjawab,”Dia telah diutus”. Lalu pintupun dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Musa a.s. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Kemudian aku dibawa ke langit ke tujuh. Jibril ditanya, ‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab,’Aku Jibril.’ Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril menjawab,”Dia telah diutus”. Lalu pintupun dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Ibrahim a.s. yang tengah bersandar ke Baitul Ma’mur dimana 70.000 (tujuh puluh ribu) malaikat masuk ke dalamnya setiap hari dan mereka tidak pernah kembali lagi.
Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Di sana terdapat pepohonan sebesar telinga gajah dan buahnya sebesar kendi. Setiap kali ia tertutup dengan kehendak Allah, ia berubah sehingga tidak ada satupun makhluk Allah yang dapat mengungkapkan keindahannya. Lalu Allah mewahyukan kepadaku suatu wahyu, yaitu Dia mewajibkan sholat kepadaku 50 kali sehari semalam.
Lalu aku turun dan bertemu dengan Musa a.s. Dia bertanya, “Apa yang telah difardhukan Tuhanmu atas umatmu?” Aku menjawab ‘Shalat 50 kali sehari semalam.’ Musa berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan karena umatmu tidak akan mampu melakukannya. Aku pun telah menguji dan mencoba kepada Bani Israil.’ Maka aku pun kembali kepada Tuhanku, lalu berkata, ‘Ya Tuhanku, ringankanlah bagi umatku, hapuslah lima kali.’ Lalu aku kembali kepada Musa a.s seraya berkata, ‘Tuhanku telah menghapus lima kali shalat. ‘Musa berkata, ‘Sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup shalat sebanyak itu. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan. ‘Maka aku bolak-balik antara Tuhanku dan Musa a.s hingga Dia berfirman, ’Hai Muhammad, yang 50 kali itu menjadi lima kali saja. Setiap kali setara dengan 10 kali sehingga sama dengan limapuluh kali shalat. Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan, dan jika ia melakukannya, maka baginya sepuluh kebaikan. Barangsiapa yang berniat melakukan keburukan, namun dia tidak jadi melakukannya, maka tidak dituliskan apa pun baginya. Jika dia melakukannya juga, maka baginya satu keburukan.’ ‘Aku pun turun hingga bertemu lagi lagi dengan Musa a.s dan mengatakan kepadanya bahwa aku telah kembali kepada Tuhanku sehingga aku malu kepadaNya.” (HR Muslim)
Dalam kitab tafsirnya Fi Zhilalil Quran (Di Bawah Naungan al Quran) Sayyid Qutb menjelaskan bahwa kata “Isra” artinya berjalan di waktu malam. Pada hakikatnya, penyebutan kata ini sudah cukup membawa arti yang dikandungnya, dan tidak perlu lagi menyebutkan kata waktu itu. Akan tetapi secara tekstual, dalam ayat ini dinyatakan waktu malam, ‘Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam”, sebagai ilustrasi (sebuah metode yang biasa dipakai oleh Alquran), untuk menyorot suasana teduhnya malam dan kesejukan udaranya. Sehingga menyentuh hati yang sedang menyimak dan mengikuti secara saksama gerak perjalanan peristiwa Isra nan lembut ini. Pada bagaian lain Sayyid Qutb menjelaskan peristiwa Isra’ Mi’raj ini yakni dalam tafsiran surat an-Najm ayat 13-18.
            “Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu pada waktu yang lain, yaitu di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebagian tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang paling besar.” (an-Najm : 13-18)
            Peristiwa ini terjadi pada malam Isra Mikraj, demikianlah menurut riwayat yang shahih. Jibril mendekati Nabi Saw, sedang dia tampil dalam sosok aslinya, yaitu di Sidratil Muntaha. Sidrah, seperti dimaklumi adalah nama sebuah pohon. Lalu istilah sidratil muntaha digunakan karena tempat itulah puncak jangkauan (muntaha) Surga Ma’wa yang berada di dekatnya. Atau ia dinamai demikian karena menjadi akhir (muntaha) dari perjalanan mikraj. Atau karena ia menjadi tempat terakhir dari kebersamaan Nabi Saw dengan Jbril a.s, karena disanalah Jibril berhenti, sedang Muhammad Saw terus naik keperangkat lain  yang terdekat dengan Arsy Robbnya.
Wallohu A’lam bish-showab.

Diolah dari berbagai sumber : Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Sayyid Qutb, dan Siroh Nabawiyah Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi.