Selasa, 06 Juni 2017

Bagaimana Memahami Hadis Nabi Muhammad SAW

Bagaimana Memahami Hadis Nabi Muhammad SAW


Hadits secara bahasa berarti sesuatu yang baru. Hadits juga berarti mimpi/ takwil mimpi, dan juga berarti kisah (contoh : haditsu musa” bermakna “kisah Musa”). Hadits secara istilah berarti apa – apa yang disandarkan/ diisbatkan kepada Nabi Muhammad Saw , baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir/ persetujuan (atau semacam itu dari ketiganya).
Hadits berupa perkataan disebut hadits qouliyah, Hadits berupa perbuatan disebut hadits fi’liyah, Hadis berupa persetujuan atau diamnya Nabi terhadap sesuatu disebut hadits taqririyah. Ada pula sebagian ulama’ yang menambahkan hadits hammiyah, yakni hadits yang berupa hasrat atau keinginan Nabi untuk melakukan sesuatu. Contoh hadits qouliyah : Hadits : Qola Rasulullah Saw : Innamal a’amalu binniyyat. Contoh hadits fi’liyah : Tata cara sholat “Shollu kama roaitumuni usholli”; Manasik haji. Contoh hadits taqririyah : Mudhorobah/ memakai harta orang lain untuk berdagang atau berusaha. Mudhorobah sudah ada sejak zaman jahiliyah. Rasululloh Saw membiarkan mudhorobah ini dilakukan oleh umat muslim, Diperbolehkannya wanita menuntut ilmu, Penggunaan mata uang asing, Dalam hal fiqih, yakni fiqh ibadah sholat, sholat rawatib dua rakaat sebelum magrib dilakukan oleh sahabat dan dibiarkan/ didiamkan oleh Nabi Saw.
Hadits ditinjau dari segi kredibilitas / kekuatan hukumnya dibagi menjadi :
Ø  Hadits shohih, dengan criteria :
Perawi harus adil, yang juga berarti takwa, Isi/ matannya tidak ilat/ cacat, Perowinya dhobit/ hafalannya sempurna, Hadits tesebut harus bersambung sanadnya sampai kepada Nabi Saw.
Ø  Hadits dhoif/ lemah
Ø  Hadits hasan (dikenalnya istilah hadits hasan ini pada zaman imam tirmidzi)
Kriteria hadits Shohih :
-          Perawi harus adil, yang juga berate takwa
Perawi adalah orang yang menyampaikan hadits
Perowi berakhir pada zaman 3 H yakni zaman Imam Bukhori, Imam Muslim, dll
-          Isi/ matannya tidak ilat/ cacat
-          Perowinya dhobit/ hafalannya sempurna
-          Hadits tesebut harus bersambung sanadnya sampai kepada Nabi Saw


Kedudukan As Sunnah (Hadits Nabi Saw) dalam Islam
As Sunnah merupakan penafsiran Al quran dalam praktek atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Pribadi Nabi Muhammad Saw adalah perwujudan dari Al quran yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari – hari. “Akhlaknya (Nabi Saw) adalah Al qur an” (Hadists riwayah Muslim).
Kedudukan As Sunnah ada tiga, yakni :
1.      Sebagai manhaj yang komprehensif (Syumuliyatul Manhaj)
Manhaj Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dalam dimensi “panjang”, “lebar”, dan “dalam” nya. Panjang adalah rentangan waktu secara vertikal kehidupan manusia, sejak saat kelahiran sampai kematiannya. Lebar adalah rentangan horizontal seluruh aspek kehidupan manusia dalam bermuamalah. Dalam berarti dimensi yang berkaitan dengan kedalaman kehidupan manusia, yaitu mencakup tubuh, akal dan ruh, meliputi lahir batin, dsb.
2.      Manhaj yang Seimbang (Washatiyatul manhaj)
Keseimbangan antara ruh dan jasad, antara akal dan kalbu, antara dunia dan akhirat, antara teori dan praktik, antara kebebasan dan tanggung jawab, dsb.
Surat AlBaqoroh ayat 143 menjelaskan tentang umat islam merupakan umat yang berada di “tengah-tengah”. Karenanya, Nabi Muhammmad Saw mengingatkan para sahabatnya yang berlaku berlebihan untuk berlaku seimbang. Tatkala Rasulullah Saw melihat Abdullah bin ‘Amr berlebih-lebihan dalam berpuasa, ber-qiyamul lail dan ber-tilawat Al Qur an , Rasulullah Saw memerintahkan nya agar melakukan semua itu dengan sedang-sedang saja, tidak berlebih-lebihan. Sabda beliau yang artinya :
Sungguh badanmu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk beristirahat), matamu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk tidur), isterimu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk disenangkan hatinya dan dipergauli dengan baik), dan para tamumu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk dihormati dan diajak berbincang), maka berikan hak-hak itu kepada masing-masing.” (HR Bukhari dalam Bab Puasa).
3.      Manhaj Memudahkan (Taisyiriyatul Manhaj)
Diantara cirri-ciri lainnya dari manhaj ini adalah keringanan, kemudahan, dan kelapangan. Muslim meriwayatkan hadits Rasulullah Saw : Sesungguhnya Allah Swt tidak mengutusku sebagai seorang yang mempersulit atau mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi aku diutus oleh-Nya sebagai pengajar dan pembawa kemudahan.
Dan ketika Rasulullah Saw mengutus Abu Musa dan Mu’adz ke Yaman, beliau berpesan kepada mereka berdua dengan sebuah pesan yang ringkas namun padat : Permudahlah dan jangan mempersulit, gembirakanlah mereka dan jangan menyebabkan mereka menjauh, dan berusahalah kalian bedua untuk senantiasa bersepakat dan jangan bertengkar. (HR Bukhori Muslim).

Kewajiban Kaum Muslimin terhadap As Sunnah
è Memahami manhaj nabawi yang terinci ini dengan sebaik – baiknya dan berinteraksi dengannya dalam aspek hukum dan moralnya.
Karena sekarang ini terjadi krisis pemahaman umat muslim terhadap sunnah Nabi Saw.
Tiga penyakit yang harus dihindari oleh umat muslim sebagaimana dipesankan Nabi Saw dalam salah satu sabdanya, yakni :
1.      Penyimpangan kaum ekstrem
Sikap berlebihan /ekstrem dalam agama. Telah diriwayatkan dari Ibn Abbas, dari Nabi Saw :
Jangan sekali-kali kamu sekalian bersikap berlebihan (ghuluw) dalam agama. Sebab, sikap seperti itulah yang telah membinasakan orang-orang dahulu sebelum kamu”.
2.      Manipulasi orang sesat
Pemalsuan atau manipulasi yang dilakukan oleh orang-orang sesat, membuat sesuatu yang diada-adakan yang pada hakikatnya bertentangan dengan watak aslinya, tak dapat diterima oleh akidah maupun syariatnya, dan bahkan tidak dikehendaki sama sekali oleh ushul (pokok-pokok ajaran) dan furu’ (cabang-cabang)nya.
3.      Penafsiran orang-orang jahil
Ada pula panafsiran yang buruk, yang merusak hakikat agama Islam, menyelewengkan konsep-konsepnya dan mencoba mengurangi integritasnya. Penafsiran yang buruk dan pemahaman yang lemah dan keliru ini merupakan ciri orang-orang jahil yang tidak mengerti Islam dan tidak mampu meresapi jiwa atau semangatnya.

Prinsip – prinsip dasar dalam berinteraksi dengan Assunnah Annabawiyah
Pertama, meneliti dengan seksama tentang ke-shahih-an hadits yang dimaksud sesuai dengan acuan ilmiah yang telah ditetapan oleh para pakar hadits yang dipercaya.
Kedua, dapat memahami dengan benar nash-nash yang berasal dari Nabi Saw sesuai dengan pengertian bahasa (Arab) dan dalam rangka konteks hadits tersebut serta sebab wurud (diucakannya) oleh beliau.
Ketiga, memastikan bahwa nash tersebut tidak bertentangan dengan nash lainnya yang lebih kuat kedudukannya, baik yang berasal dari Al quran, atau hadits-hadits lain yang lebih banyak jumlahnya, atau lebih shahih darinya, atau lebih sejalan dengan ushul.

Daftar Pustaka :

1.      Buku “Bagaimana Memahami Hadis NAbi SAW : Kaifa nata’amalu ma’a as shunnah. Karya DR. Yusuf Qardhawi. Penerjemah : Muhammad Al Baqir. Penerbit Karisma  

ILMU HADIS

ILMU HADIS


Al Hadits secara etimologi berarti  Al jadiid (baru), kata  majemuknya adalah Ahaadiits sebagai lawan dari kata alqiyas. Sedangkan secara terminologi berarti apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam  berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan), dan sifat fisik maupun akhlak. Sedangkan Al Khabar secara etimologi berarti An naba’ (berita). Hadits adalah apa yang datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam, sedangkan Al Khabar adalah apa yang datang dari beliau atau dari orang lain.
Al Hadits Alqudsi adalah Apa-apa yang dinukilkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam yang beliau sandarkan kepada Allah Ta’ala. Alqur’an dan hadits Qudsi memiliki perbedaan dalam beberapa hal, antara lain :
1        Lafaz Alqur’an merupakan mukjizat sedangkan lafaz hadits qudsi tidak termasuk mukjizat
2        Membaca alqur’an termasuk ibadah sedangkan membaca haadits qudsi tidak
3        Penetapan ayat Alqur’an harus mutawatir sedangkan hadits qudsi tidak disyaratkan mutawatir.
Hadits qudsi berjumlah lebih dari seratus hadits,diantaranya apa yang diriwayatkan Imam Muslim dalam shohihnya:
Dari Abi Dzar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi  Shallallahu ‘Alaihi wasallam sebagaimana yang beliau riwayatkan dari Allah Ta’ala bahwa sanya Dia berfirman: Hai sekalian hambaku seungguhnya Aku mengharamkan kedholiman atas diriKu karena itu Aku mengharamkannya pula atas kalian maka janganlah saling mendholimi
Musthalahul Hadits adalah Ilmu tentang pokok-pokok dan kaidah-kaidah yang digunakan untuk mengetahui keadaan sanad dan matan hadits, sehingga hadits tersebut bisa diterima atau ditolak.
Sanad secara bahasa berarti landasan, sandaran, atau pegangan. Sedangkan secara istilah berarti rangkaian perawi-perawi yang menyampaikan hadits sampai ke matannya. Al Isnad berarti menyandarkan perkataan kepada penuturnya dengan menyebutkan sanadnya, dan berarti pula rangkaian perawi-perawi yang menyampaikan hadits sampai ke matannya (sinonim dari as sanad)
Matan secara bahasa berarti bagian tanah yang keras dan tinggi. Sedangkan secara istilah berarti teks yang menjadi penghujung dari sanad. Disebut demikian karena sang perawi menguatkan hadits yang ia riwayatkan dengan cara menyebutkan sanadnya dan menyambungkanya sampai pada penuturnya. Al Musnad berarti kitab yang mengumpulkan semua hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam atau lebih secara berurutan dan tidak terpisah seperti kitab Almusnad karya Imam Ahmad dan Musnad Abdillah bin Umar karya Muhammad bin Ibrohim Al Thurtuusi. Almusnad juga berarti hadits yang marfuu’ yang tersambung sanadnya.
AlMusnid berarti orang yang meriwayatkan hadits lengkap dengan sanadnya, baik ia memiliki ilmu tentang hadits tersebut atau hanya sekadar meriwayatkan saja. AlMuhaddits berarti orang menyibukkan diri dengan mempelajari hadits baik secara riwayat ataupun diroyahnya serta banyak meneliti riwayat-riwayat beserta kwalitas para perawinya.

Pembagian Hadits
A.Berdasarkan metode sampainya hadits  tersebut kepada kita
Hadits dalam hal ini dibagi dua,yaitu:
1.      Hadits Mutawatir
2.      Hadits Ahaad

1. Hadits Mutawatir
Dari segi bahasa al mutawair berasal dari kata at t awaatur yang berarti at tataabu’ atau runtut. Secara istilah berarti : Apa yang diriwayatkan oleh banyak perawi sehingga mereka tidak mungkin sepakat melakukan kebohongan kolektif.
Hadits mutaawatir dibagi dua yaitu :
1.      Mutawatir Lafzhi, yaitu hadits yang diriwayatkan secara mutawatir baik makna maupun lafazhnya
2.      Mutawatir Ma’nawi, yaitu hadits yang diriwayatkan secara mutawatir dari segi makna namun lafazhnya berbeda
Syarat-syarat hadits mutawatir : Diriwayatkan oleh banyak perawi, Jumlah perawi yang banyak tersebut harus ada pada setiap tingkatan (generasi), tertutupnya kemungkinan para perawi melakukan kebohongan kolektif, dan landasan periwayatan mereka harus besifat inderawi.
Hadits mutawatir yang memenuhi kriteria ini melahirkan ilmu dhoruri yaitu ilmu yang diketahui oleh semua orang dan tidak ada seorang pun yang menolaknya. Namun ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa hadits mutawatir melahirkan ilmu nadhori akan tetapi pendapat ini lemah karena sesuatu yang mutawatir akan diketahui oleh semua orang termasuk masyarakat awam.

2. Hadits Ahaad
Secara bahasa kata Ahaad dalam bahasa arab adalah bentuk plural dari kata ahadun yang berarti al waahid (satu), karena itu khabar ahad berarti apa-apa yang diriwayatkan oleh seorang perawi. Secara istilah Hadits Ahad berarti hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir. Faidahnya adalah memberikan pengetahuan yang bersifat zonni – ada juga yang mengatakan ‘ilmy (sangat yakin),sedangkan hukum beramal dengannya adalah wajib (bila haditsnya diterima/maqbul). Ibn Hazm berkata sesungguhnya khabar seseorang yang adil dari orang setaraf denganya jika sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam maka harus diyakini dan diamalkan.
Dari segi jumlah perawi dalam setiap tingkatan, hadits ahad dibagi tiga yaitu:
a. Hadits Masyhur
Secara bahasa berarti kabar yang mashur dikalangan masyarakat walaupun mengandung dusta. Secara istilah berarti : Apa yang diriwayatkan oleh tiga perawi atau lebih (pada setiap tingkatan) selama belum mencapai derajat mutawatir.
Hadits ini dinamakan masyhur karena ketersebarannya dan kejelasannya, selain itu hadits ini juga oleh sebagian ulama dinamakan hadits Al Mustafiidh dan sebagian yang lain mengatakan Al Mustafiidh lebih khusus dari Al masyhur karena diantara syarat hadits masyhur adalah jumlah perawi pada setiap tingkatannya harus sama,baik dilihat dari pangkal ataupun ujung sanadnya.
Contoh hadits masyhur :
Barang siapa yang mengajarkan kebenaran maka ia mendapat pahala seperti pahala pelaku kebenaran itu (HR. Muslim)  
b. Hadits Aziz
Hadits Aziz adalah Hadits yang diriwayatkan oleh (dua orang-dua orang) perawi, walapun syarat ini hanya ada pada satu tingkatan.
Contoh :
Dari Abi Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah Saw bersabda : Tidaklah seseorang beriman hingga ia lebih mencintai aku dari pada bapak dan anaknya.(HR.Bukhori)
c. Hadits Gharib
Di sebut juga hadits fard (al fard) adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi.
Hadits ahad yang terdiri dari masyhur, aziz, dan gharib diklasifikasikan lagi menjadi makbul (diterima) dan mardud (ditolak). Hadits makbul adalah hadits yang dijadikan sebagai hujjah (dalil). Hukumnya masih dikhilafkan,namun pendapat jumhur ulama baik dari kalangan sahabat, tabi'in dan generasi selanjutnya, baik Muhadditsin (ahli hadits) atau Fuqaha' (ahli Fiqh) berpendapat bahwa hadits ahad yang tsiqah (bisa dipertanggungjawabkan kesahihannya) adalah hujjah (dalil) dalam syari'at yang hukumnya wajib diamalkan.
Hadits Ahad Al Muhtaf bil qaro'in adalah hadits makbul yang memiliki kelebihan tersendiri dibanding hadits makbul yang lain,dan tentu saja kelebihan ini menyebabkannya lebih rojih dari hadits yang tidak memiliki ciri (qarinah) seperti ini
Pembagianya:
1.      Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dalam kitab sahih mereka dan belum memenuhi kriteria hadits mutawatir.Kelebihan hadits ini bisa dilihat dari beberapa qarinah yang mendukungnya:
a.   Keutamaan Bukhori dan Muslim dalam bidang ini (hadits dan ilmunya)
b.   Mereka adalah orang yang pertama membedakan hadits sahih dan saqim (do'if)
c.   Semua Ulama telah sepakat untuk menerima kitab sahih mereka
2.      Hadits yang diriwayatkan secara musalsal (bersambung) oleh para perawi yang memiliki kualifikasi Imam,hafidh dan mutqin serta tidak gharib
Contohnya:
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Imam Syafi'I dari Imam Malik dari Nafi' misalnya.Dengan syarat ada perawi lain yang meriwayatkannya dari imam Syaf'I selain Imam Ahmad,begitu pula ada perawi lain yang meriwayatkannya dari Imam Malik selain Imam Syaf'I dan seterusnya.
3.      Hadits Masyhur yang memiliki sanad berbeda dan semuanya diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah serta bebas dari Illat (cacat)
Hadits-hadits seperti ini tidak akan didapatkan kecuali oleh orang yang 'Alim dan luas pengetahuannya dalam ilmu hadits baik ilmu tentang perawi ataupun illat hadits.
Hadits makbul berdasarakan kualifikasi perawinya terbagi menjadi shahih lidzatihi,hasan lidzatihi,shahih lighairihi,dan hasan lighairihi
Al Naskh, secara bahasa berarti Al Izalah (menghapus) dan Al Naql (memindahkan). Secara istilah berarti penghapusan hukum syara' yang dikandung dalil sebelumnya dengan hukum syara' yang dikandung dalil setelahnya
     Metode mengetahui nasikh dan mansukh:
a.       Adanya nash (statmen) yang jelas dari  Rasulullah Saw
Contoh:
Dulu aku melarang kalian berziarah kubur,sekarang ziarahlah ke kubur(HR Muslim
b.      Berita dari sahabat tentang nasikh
Contoh:
Perkataan Jabir r.a :
”Akhir dari dua perbuatan Rasulullah  Saw adalah meninggalkan wudhu dari apa yang disentuh api (HR Tirmidzi)
(tidak berwudhu setelah makan daging yang dibakar)
c.       Dengan melihat kapan hadits tersebut dikatakan oleh Rasulullah Saw (sejarahnya)

Hadits mardud disebut juga khabar mardud adalah hadits yang belum jelas kejujuran dan jati diri orang yang meriwayatkannya. Hadits mardud memiliki banyak jenis, bahkan sampai empat puluh lebih yang kesemuanya secara umum kembali pada dua sebab yaitu hilangnya satu perawi atau lebih dari rangkaian sanad, dan cacat yang ada pada sebagian perawinya 

HADITS MARFU',MAUQUF,DAN MAQTHU'
Dilihat dari akhir sanadnya hadits dibagi tiga yaitu:
  1. Hadits marfu'
  2. Hadits mauquf
  3. Hadits maqthu'

1. Hadits Marfu' : Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah  صلى الله عليه وسلم berupa perkataan,perbuatan,atau taqrir baik secara sharih (nyata) ataupun secara hukum. Hadits marfu' dibagi menjadi enam
1.      Al marfu' al qauli sharih yaitu bila sahabat mengatakan aku mendengar Rasulullah  Saw bersabda begini,atau mengatakan Rasulullah  Saw pernah bersabda begini.
2.      Al marfu' al fi'li sharih yaitu bila sahabat mengatakan aku melihat Rasulullah  Saw melakukan ini atau mengatakan Rasulullah  Saw pernah melakukan ini
3.      Al marfu' al taqriri sharih yaitu bila sahabat mengatakan aku pernah melakukan hal ini dihadapan Rasulullah  Saw atau mengatakan si Fulan melakukan ini dihadapan Rasulullah  Saw dan beliau tidak mengingkarinya
4.      Al marfu al qauli hukman yaitu bila sahabat (yang dikenal tidak pernah mengambil perkataan ahli kitab) mengatakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh akal,tidak termasuk ruang lingkup ijtihad,dan tidak berkaitan dengan penjabaran hal-hal yang gharib,serta tidak berkaitan dengan penjelasan perkara yang rumit.
Contoh:
Bila sahabat tersebut memberitakan tentang peristiwa-peristiwa lampau misalnya tentang awal mula penciptaan atau menceritakan peristiwa yang belum terjadi seperti fitnah akhir zaman dan keadaan hari kiamat,begitu pula tentang sebuah amal yang mempunyai pahala khusus atau ancaman khusus.
5.      Al marfu' al fi'li hukman Yaitu bila sahabat melakukan sesuatu yang termasuk wilayah kerja akal manusia.
Contoh:
Shalat gerhana matahari yang dilakukan oleh Ali bin Abithalib pada setiap rokaat beliau ruku' lebih dari dua kali
6.       Al Marfu' al taqriri hukman yaitu bila sahabat mengatakan bahwa mereka dahulu pernah melakukan sesuatu di hadapa Rasulullah Saw dan beliau tidak mengingkarinya.

2. Hadits Mauquf : Apa-apa yang disandarkan kepada para sahabat baik perkataan,perbuatan ,atau ketetapan. Sedangkan devinisi sahabat adalah orang yang bertemu dengan Rasulullah  Saw dan beriman kepadanya serta mati dalam keadaan beriman walaupun pernah murtad menurut pendapat yang shahih. Predikat "sahabat" bisa diketahui dengan khabar mutawatir atau mustafidl atau dengan kesaksian sebagian sahabat atau para tabiin yang tsiqah atau dengan kesaksian sahabat yang bersangkutan bila pengakuan tersebut memungkinkan dan memenuhi syarat.

3. Hadits Maqthu' : Apa-apa yang disandarkan kepada para tabiin atau generasi setelahnya baik berupa perkataan ataupun perbuatan. Tabiin adalah orang yang bertemu dengan sahabat dalam keadaan beriman dan mati dalam iman tersebut. Almukhadlram adalah orang yang pernah hidup dizaman jahiliyah dan zaman Rasulullah Saw tapi tidak pernah bertemu dengan beliau.

           
Generasi Ilmu Hadis
            Generasi emas dalam ilmu hadits ialah genarasi ketika abad ke  3 Hijriyah, dimana terdapat beberapa tabi’in dengan kecermalangan karya dan pemikirannya, antara lain :
1.    Imam Abu Hanifah              80-150 H
2.    Malik bin Anas                     93-179
3.    Imam Syafi’I                          150-204
4.    Ahmad bin Hambal             163-241
5.    Imam Bukhari                       193-256
6.    Imam Muslim                                    204-261
7.    Imam Nasa’i                          210-303
8.    Imam Abu Daud                   202-275
9.    Imam At Turmudzi                209-270
10. Imam Ibnu Majah                 207-273

            Adapun setelah abad ke 3 H, generasi setelahnya  membuat buku petunjuk (marja’) untuk mencari hadits pada kitab masdar. Mereka menyusunnya dalam kitab takhrijul hadits. Yang dimaksud dengan kitab masdar adalah kitab dimana penulisnya adalah yang meneliti hadits secara langsung dan menulis dalam kitabnya. Contoh kitab masdar yakni Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Kitab Sunan Ibnu Majah, dan lain-lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan kitab takhrijul hadits yang merupakan kitab marja’ (petunjuk) adalah kitab yang menunjukkan hadits itu terletak dimana pada kitab masdar. Contohnya kitab al jami’ ash shaghir, kitab al jami’ al azhar, dan lan-lain.



Daftar Pustaka :

  1. Terjemahan Buku “Min athyabil minah Fii ‘Ilmil MushthalahKarya DR.Abdulkarim Murad dan DR.Abdulmuhsin Al ‘Abbad (Dosen Pasca Sarjana Universitas Islam Madinah Saudi Arabia). Penerjemah : Muhajir Arif  Abu Hammad
  2. Kajian Ilmu Hadis Lembaga Pendidikan Insani Yogyakarta