ILMU HADIS
Al Hadits secara etimologi
berarti Al jadiid (baru), kata majemuknya adalah Ahaadiits sebagai lawan
dari kata alqiyas. Sedangkan
secara terminologi berarti apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu
‘Alaihi wasallam berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan), dan sifat fisik maupun
akhlak. Sedangkan Al
Khabar secara etimologi berarti An naba’ (berita). Hadits adalah apa yang datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wasallam, sedangkan
Al Khabar adalah apa yang datang dari beliau atau dari orang lain.
Al Hadits Alqudsi adalah Apa-apa yang
dinukilkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam yang beliau sandarkan kepada Allah
Ta’ala. Alqur’an
dan hadits Qudsi memiliki perbedaan dalam beberapa hal, antara lain :
1
Lafaz
Alqur’an merupakan mukjizat sedangkan lafaz hadits qudsi tidak termasuk
mukjizat
2
Membaca
alqur’an termasuk ibadah sedangkan membaca haadits qudsi tidak
3
Penetapan
ayat Alqur’an harus mutawatir sedangkan hadits qudsi tidak disyaratkan
mutawatir.
Hadits qudsi berjumlah lebih dari
seratus hadits,diantaranya apa yang diriwayatkan Imam Muslim dalam shohihnya:
“Dari
Abi Dzar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wasallam sebagaimana
yang beliau riwayatkan dari Allah Ta’ala bahwa sanya Dia berfirman: Hai
sekalian hambaku seungguhnya Aku mengharamkan kedholiman atas diriKu karena itu
Aku mengharamkannya pula atas kalian maka janganlah saling mendholimi”
Musthalahul Hadits adalah Ilmu tentang pokok-pokok
dan kaidah-kaidah yang digunakan untuk mengetahui keadaan sanad dan matan
hadits, sehingga
hadits tersebut bisa diterima atau ditolak.
Sanad secara bahasa berarti landasan, sandaran, atau pegangan. Sedangkan secara istilah berarti rangkaian perawi-perawi yang
menyampaikan hadits sampai ke matannya. Al Isnad berarti menyandarkan perkataan
kepada penuturnya dengan menyebutkan sanadnya, dan berarti pula rangkaian perawi-perawi yang
menyampaikan hadits sampai ke matannya (sinonim dari as sanad)
Matan secara bahasa berarti bagian tanah yang
keras dan tinggi. Sedangkan secara istilah berarti teks yang menjadi penghujung dari sanad. Disebut demikian karena sang
perawi menguatkan hadits yang ia riwayatkan
dengan cara menyebutkan sanadnya dan menyambungkanya sampai pada penuturnya. Al Musnad berarti kitab yang mengumpulkan
semua hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wasallam atau lebih secara berurutan dan tidak terpisah seperti kitab Almusnad karya
Imam Ahmad dan Musnad Abdillah bin Umar karya Muhammad bin Ibrohim Al Thurtuusi. Almusnad juga
berarti hadits
yang marfuu’
yang tersambung sanadnya.
AlMusnid berarti orang yang meriwayatkan
hadits lengkap dengan sanadnya, baik
ia memiliki ilmu tentang hadits tersebut atau hanya sekadar meriwayatkan saja. AlMuhaddits berarti orang menyibukkan diri
dengan mempelajari hadits baik secara riwayat ataupun diroyahnya serta banyak
meneliti riwayat-riwayat beserta kwalitas para perawinya.
Pembagian Hadits
A.Berdasarkan
metode sampainya hadits tersebut kepada
kita
Hadits
dalam hal ini dibagi dua,yaitu:
1.
Hadits
Mutawatir
2.
Hadits
Ahaad
1.
Hadits Mutawatir
Dari segi bahasa al mutawair berasal
dari kata at t awaatur yang berarti at tataabu’ atau runtut. Secara istilah berarti :
Apa yang diriwayatkan oleh banyak perawi sehingga mereka tidak mungkin sepakat
melakukan kebohongan kolektif.
Hadits
mutaawatir dibagi dua yaitu :
1.
Mutawatir
Lafzhi, yaitu hadits yang diriwayatkan secara mutawatir baik makna maupun
lafazhnya
2.
Mutawatir
Ma’nawi, yaitu hadits
yang diriwayatkan secara mutawatir dari segi makna namun lafazhnya berbeda
Syarat-syarat
hadits mutawatir : Diriwayatkan
oleh banyak perawi, Jumlah
perawi yang banyak tersebut harus ada pada setiap tingkatan (generasi), tertutupnya kemungkinan
para perawi melakukan kebohongan kolektif, dan landasan
periwayatan mereka harus besifat inderawi.
Hadits mutawatir yang memenuhi
kriteria ini melahirkan ilmu dhoruri yaitu ilmu yang diketahui oleh semua orang
dan tidak ada seorang pun yang menolaknya. Namun ada sebagian pendapat
yang mengatakan bahwa hadits mutawatir melahirkan ilmu nadhori akan tetapi
pendapat ini lemah karena sesuatu yang mutawatir akan diketahui oleh semua
orang termasuk masyarakat awam.
2.
Hadits Ahaad
Secara bahasa kata Ahaad dalam bahasa arab
adalah bentuk plural dari kata ahadun yang berarti al waahid (satu), karena itu khabar ahad
berarti apa-apa yang diriwayatkan oleh seorang perawi. Secara istilah Hadits Ahad berarti hadits
yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir. Faidahnya adalah memberikan
pengetahuan yang bersifat zonni – ada juga yang mengatakan ‘ilmy (sangat
yakin),sedangkan hukum beramal dengannya adalah wajib (bila haditsnya
diterima/maqbul). Ibn
Hazm berkata sesungguhnya
khabar seseorang yang adil dari orang setaraf denganya jika sampai kepada
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam maka harus diyakini dan diamalkan.
Dari segi jumlah perawi dalam setiap
tingkatan, hadits
ahad dibagi tiga yaitu:
a.
Hadits Masyhur
Secara
bahasa berarti kabar yang mashur dikalangan masyarakat walaupun mengandung
dusta. Secara
istilah berarti : Apa yang diriwayatkan oleh tiga perawi atau lebih (pada
setiap tingkatan) selama belum mencapai derajat mutawatir.
Hadits
ini dinamakan masyhur karena ketersebarannya dan kejelasannya, selain itu hadits ini juga
oleh sebagian ulama dinamakan hadits Al Mustafiidh dan sebagian yang lain
mengatakan Al Mustafiidh lebih khusus dari Al masyhur karena diantara syarat
hadits masyhur adalah jumlah perawi pada setiap tingkatannya harus sama,baik
dilihat dari pangkal ataupun ujung sanadnya.
Contoh
hadits masyhur :
“Barang siapa yang
mengajarkan kebenaran maka ia mendapat pahala seperti pahala pelaku kebenaran
itu” (HR.
Muslim)
b.
Hadits Aziz
Hadits
Aziz adalah Hadits yang diriwayatkan oleh (dua orang-dua orang) perawi, walapun
syarat ini hanya ada pada satu tingkatan.
Contoh
:
Dari
Abi Hurairah r.a. bahwasanya
Rasulullah Saw
bersabda : “Tidaklah seseorang beriman hingga ia
lebih mencintai aku dari pada bapak dan anaknya”.(HR.Bukhori)
c.
Hadits Gharib
Di
sebut juga hadits fard (al fard) adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu
orang perawi.
Hadits ahad yang terdiri dari masyhur, aziz, dan gharib diklasifikasikan
lagi menjadi makbul (diterima) dan mardud (ditolak). Hadits makbul adalah
hadits yang dijadikan sebagai hujjah (dalil). Hukumnya masih
dikhilafkan,namun pendapat jumhur ulama baik dari kalangan sahabat, tabi'in dan generasi
selanjutnya, baik
Muhadditsin (ahli hadits) atau Fuqaha' (ahli Fiqh) berpendapat bahwa hadits
ahad yang tsiqah (bisa dipertanggungjawabkan kesahihannya) adalah hujjah
(dalil) dalam syari'at yang hukumnya wajib diamalkan.
Hadits Ahad Al Muhtaf bil qaro'in
adalah hadits makbul yang memiliki kelebihan tersendiri dibanding hadits makbul
yang lain,dan tentu saja kelebihan ini menyebabkannya lebih rojih dari hadits
yang tidak memiliki ciri (qarinah) seperti ini
Pembagianya:
1.
Hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dalam kitab sahih mereka dan belum
memenuhi kriteria hadits mutawatir.Kelebihan hadits ini bisa dilihat dari
beberapa qarinah yang mendukungnya:
a. Keutamaan Bukhori dan Muslim dalam bidang ini
(hadits dan ilmunya)
b. Mereka adalah orang yang pertama membedakan
hadits sahih dan saqim (do'if)
c. Semua Ulama telah sepakat untuk menerima
kitab sahih mereka
2.
Hadits
yang diriwayatkan secara musalsal (bersambung) oleh para perawi yang memiliki
kualifikasi Imam,hafidh dan mutqin serta tidak gharib
Contohnya:
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dari Imam Syafi'I dari Imam Malik dari Nafi' misalnya.Dengan syarat ada
perawi lain yang meriwayatkannya dari imam Syaf'I selain Imam Ahmad,begitu pula
ada perawi lain yang meriwayatkannya dari Imam Malik selain Imam Syaf'I dan
seterusnya.
3.
Hadits
Masyhur yang memiliki sanad berbeda dan semuanya diriwayatkan oleh perawi yang
tsiqah serta bebas dari Illat (cacat)
Hadits-hadits seperti ini tidak akan
didapatkan kecuali oleh orang yang 'Alim dan luas pengetahuannya dalam ilmu
hadits baik ilmu tentang perawi ataupun illat hadits.
Hadits makbul berdasarakan kualifikasi
perawinya terbagi menjadi shahih lidzatihi,hasan lidzatihi,shahih
lighairihi,dan hasan lighairihi
Al Naskh, secara bahasa berarti Al Izalah
(menghapus) dan Al Naql (memindahkan). Secara istilah berarti penghapusan
hukum syara' yang dikandung dalil sebelumnya dengan hukum syara' yang dikandung
dalil setelahnya
Metode mengetahui nasikh dan mansukh:
a.
Adanya
nash (statmen) yang jelas dari
Rasulullah Saw
Contoh:
“Dulu aku melarang kalian
berziarah kubur,sekarang ziarahlah ke kubur” (HR Muslim
b.
Berita
dari sahabat tentang nasikh
Contoh:
Perkataan Jabir r.a :
”Akhir dari dua perbuatan
Rasulullah Saw adalah meninggalkan wudhu
dari apa yang disentuh api
(HR Tirmidzi)
(tidak berwudhu setelah makan daging
yang dibakar)
c.
Dengan
melihat kapan hadits tersebut dikatakan oleh Rasulullah Saw (sejarahnya)
Hadits mardud disebut juga khabar
mardud adalah hadits yang belum jelas kejujuran dan jati diri orang yang
meriwayatkannya. Hadits
mardud memiliki banyak jenis, bahkan
sampai empat puluh lebih yang kesemuanya secara umum kembali pada dua sebab yaitu hilangnya satu perawi atau
lebih dari rangkaian sanad, dan cacat
yang ada pada sebagian perawinya
HADITS MARFU',MAUQUF,DAN
MAQTHU'
Dilihat
dari akhir sanadnya hadits dibagi tiga yaitu:
- Hadits marfu'
- Hadits mauquf
- Hadits maqthu'
1.
Hadits Marfu' : Apa-apa yang disandarkan
kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم
berupa perkataan,perbuatan,atau taqrir baik secara sharih (nyata)
ataupun secara hukum. Hadits
marfu' dibagi menjadi enam
1.
Al
marfu' al qauli sharih
yaitu bila sahabat mengatakan aku mendengar Rasulullah Saw
bersabda begini,atau mengatakan Rasulullah
Saw pernah
bersabda begini.
2.
Al
marfu' al fi'li sharih
yaitu bila sahabat mengatakan aku melihat Rasulullah Saw
melakukan ini atau mengatakan Rasulullah
Saw pernah
melakukan ini
3.
Al
marfu' al taqriri sharih yaitu
bila sahabat mengatakan aku pernah melakukan hal ini dihadapan Rasulullah Saw
atau mengatakan si Fulan melakukan ini dihadapan Rasulullah Saw
dan beliau tidak mengingkarinya
4.
Al
marfu al qauli hukman
yaitu bila sahabat (yang dikenal tidak pernah mengambil perkataan ahli kitab)
mengatakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh akal,tidak termasuk ruang
lingkup ijtihad,dan tidak berkaitan dengan penjabaran hal-hal yang gharib,serta
tidak berkaitan dengan penjelasan perkara yang rumit.
Contoh:
Bila sahabat tersebut memberitakan
tentang peristiwa-peristiwa lampau misalnya tentang awal mula penciptaan atau
menceritakan peristiwa yang belum terjadi seperti fitnah akhir zaman dan
keadaan hari kiamat,begitu pula tentang sebuah amal yang mempunyai pahala
khusus atau ancaman khusus.
5.
Al
marfu' al fi'li hukman
Yaitu bila sahabat melakukan sesuatu yang termasuk wilayah kerja akal manusia.
Contoh:
Shalat gerhana matahari yang dilakukan
oleh Ali bin Abithalib pada setiap rokaat beliau ruku' lebih dari dua kali
6.
Al Marfu' al taqriri hukman yaitu bila
sahabat mengatakan bahwa mereka dahulu pernah melakukan sesuatu di hadapa Rasulullah Saw dan beliau tidak
mengingkarinya.
2. Hadits
Mauquf : Apa-apa
yang disandarkan kepada para sahabat baik perkataan,perbuatan ,atau ketetapan. Sedangkan devinisi sahabat
adalah orang yang bertemu dengan Rasulullah
Saw dan
beriman kepadanya serta mati dalam keadaan beriman walaupun pernah murtad
menurut pendapat yang shahih. Predikat
"sahabat" bisa diketahui dengan khabar mutawatir atau mustafidl atau
dengan kesaksian sebagian sahabat atau para tabiin yang tsiqah atau dengan
kesaksian sahabat yang bersangkutan bila pengakuan tersebut memungkinkan dan
memenuhi syarat.
3. Hadits Maqthu' : Apa-apa yang disandarkan
kepada para tabiin atau generasi setelahnya baik berupa perkataan ataupun
perbuatan. Tabiin
adalah orang
yang bertemu dengan sahabat dalam keadaan beriman dan mati dalam iman tersebut.
Almukhadlram adalah orang
yang pernah hidup dizaman jahiliyah dan zaman Rasulullah Saw tapi tidak pernah bertemu
dengan beliau.
Generasi
Ilmu Hadis
Generasi emas dalam ilmu
hadits ialah genarasi ketika abad ke 3
Hijriyah, dimana terdapat beberapa tabi’in dengan kecermalangan karya dan
pemikirannya, antara lain :
1.
Imam
Abu Hanifah 80-150 H
2.
Malik
bin Anas 93-179
3.
Imam
Syafi’I 150-204
4.
Ahmad
bin Hambal 163-241
5.
Imam
Bukhari 193-256
6.
Imam
Muslim 204-261
7.
Imam
Nasa’i 210-303
8.
Imam
Abu Daud 202-275
9.
Imam
At Turmudzi 209-270
10.
Imam
Ibnu Majah 207-273
Adapun setelah abad ke 3 H,
generasi setelahnya membuat buku
petunjuk (marja’) untuk mencari hadits pada kitab masdar. Mereka menyusunnya
dalam kitab takhrijul hadits. Yang
dimaksud dengan kitab masdar adalah kitab dimana penulisnya adalah yang
meneliti hadits secara langsung dan menulis dalam kitabnya. Contoh kitab masdar
yakni Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Kitab Sunan Ibnu Majah, dan lain-lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan kitab
takhrijul hadits yang merupakan kitab marja’ (petunjuk) adalah kitab yang
menunjukkan hadits itu terletak dimana pada kitab masdar. Contohnya kitab al jami’
ash shaghir, kitab al jami’ al azhar, dan lan-lain.
Daftar Pustaka :
- Terjemahan
Buku “Min
athyabil minah Fii ‘Ilmil Mushthalah” Karya DR.Abdulkarim Murad
dan DR.Abdulmuhsin Al ‘Abbad (Dosen Pasca Sarjana Universitas
Islam Madinah Saudi Arabia). Penerjemah
: Muhajir Arif Abu Hammad
- Kajian Ilmu
Hadis Lembaga Pendidikan Insani Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar