Sabtu, 03 Juni 2017

ILMU TAFSIR

ILMU TAFSIR

Latar belakang mengkaji ilmu tafsir disebutkan bahwa “Qur anul Karim adalah sumber tasyri’  pertama bagi umat Muhammad. Tasyri’ ialah segala sesuatu yang diperintahkan Allah Swt melalui manhaj. Dan kebahagiaan mereka tergantung pada pemahaman maknanya, pengetahuan rahasia-rahasianya dan pengamalan apa yag terkandung didalamnya. Kemampuan setiap orang dalam  memahami lafaz dan ungkapan Qur an tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gamblang dan ayat-ayatnya pun sedemikian rinci. Perbedaan daya nalar di antara mereka ini adalah suatu hal yang tidak dipertentangkan lagi. Kalangan awam hanya dapat memahami makna-makna nya yang zhahir dan pegertian ayat-ayatnya secara global. Sedang kalangan cerdik cendekia dan terpelajar akan dapat menyimpulkan pula daripadanya makna-makna yang menarik. Dan diantara kedua kelompok ini terdapat aneka ragam dan tingkat pemahaman. Maka tidaklah mengherankan jika AlQuran mendapat perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata garib (ganjil) atau menta’wilkan tarkib (susunan kalimat).
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il’, berasal dari akar kata al-fasr (f, s, r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan makna yang abstrak. Sebagian ulama’ berpendapat, kata “tafsir” (fasara) adalah kata kerja yang terbalik, berasal dari kata “safara” (s, f, r) yang juga berarti menyingkapkan (al-kasyf). Menurut ar Ragib, kata”al-fasr”  dan “as-safr “ adalah dua kata yang berdekatan makna dan lafaznya. Tetapi yang pertama untuk (menunjukkan arti menampakkan (menzahirkan) makna yang ma’qul (abstrak). Sedang yang kedua untuk menampakkan benda kepada penglihatan mata, contoh : perempuan itu menampakkan mukanya; dan contoh lain :  waktu subuh telah terang.
Tafsir menurut istilah, sebagaimana didefinisikan Abu Hayyan ialah : “Ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafaz-lafaz al Qur an. Tentang petunjuk-petunjuknya (pengertian yang ditunjukkan oleh lafaz-lafaz itu), hukum-hukunya baik ketika sendiri maupun ketika tersusun (ilmu bahasa meliputi Ilmu saraf, Ilmu I’rab, Ilmu Bayyan, dan Ilmu Badi’) dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun (pengertiannya yang hakiki  dan majazi) serta hal – hal lain yang melengkapinya (pengetahuan tentang naskh, sebab nuzul, dsb). Menurut Zarkasy : “Tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya.
Sedangkan Ta’wil secara bahasa berasal dari kata “aul”, yang berarti kembali ke asal. Ta’wil kalam dalam istilah mempunyai dua makna :
1.    Ta’wil kalam dengan pengertian sesuatu makna yang kepadanya mutakallim (pembicara) mengembalikan perkataannya, atau sesuatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Kalam ada dua macam, insya’ dan ikhbar.
a)    Insya’, salah satu contohnya adalah amr (kalimat perintah). Ta’wilul amr ialah esensi perbuatan yang diperintahkan. Contoh : hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah mengenai bacaan dalam sujud. Nabi SAW men-ta’wil-kan (menjalankan perintah Qur an) yaitu Surat An-Nasr ayat 2-3) dengan bacaan sujud sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah.
b)    Ta’wilul ikhbar ialah esensi dari apa yang diberitakan itu sendiri yang benar-benar terjadi. Contoh : firman Allah Swt pada Surat  Al-A’raf : 52-53. Dalam ayat ini Allah Swt menceritakan bahwa Dia telah menjelaskan Kitab, dan mereka tidak menunggu-nunggu kecuali ta’wilnya yaitu datangnya apa yang diberitakan Qur an akan terjadi, seperti hari kiamat.
2.    Ta’wilul kalam dalam arti menafsirkan dan menjelaskan maknanya.

Pembagian ilmu tafsir
1.    Tafsir bir-riwayah / tafsir bil-ma’sur, ada tiga :
§  Tafsir Qur an dengan Qur an
§  Tafsir Qur an dengan hadits
§  Tafsir Qur an dengan perkataan sahabat
2.    Tafsir bir-ra’yi, ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata, atau menafsirkan Al-Qur’an dengan kekuatan ra’yu/pemikiran yang didasarkan pada pendekatan kebahasaan dengan berbagai aspeknya
3.    Tafsir  Isyari
Di antara kelompok sufi ada yang mendakwakan bahwa riyadah (latihan) rohani yang dilakukan seorang sufi bagi dirinya akan menyampaikannya ke suatu tingkatan dimana ia dapat menyingkapkan isyarat-isyarat kudus (suci) yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan al-Quran. Tafsir Isyari adalah menta’wilkan al-Qur’an dengan mengesampingkan makna lahiriahnya karena ada isyarat (indicator) tersembunyi yang hanya bisa disimak oleh orang-orang yang memiliki ilmu suluk dan tasawwuf. Atau menggambungkan antara makna zahir dan bathin. Sebagian ulama menyamakannya dengan tafsir al-bathiny (mengutamakan makna yang tersirat daripada yang tersurat).

Metodologi tafsir
Metode tafsir Al-Qur’an adalah suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan oleh Allah  didalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Metodologi tafsir Al-Qur’an berarti ilmu tentang metode menafsirkan Al-Qur’an itu sendiri. Ada empat (4) metodologi tafsir Al-Qur’an yang selama ini dikenal yaitu :
1. Metode Ijmali / Global : Menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup, dengan bahasa popular, mudah dimengerti dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat dalam Mushaf (contohnya Tafsir AlMuyassar)
2. Metode Tahlily / Deskriptif-Analitis : Menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan, serta menerangkan makna-makna yang tercakup sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir. (contohnya Tafsir Ibnu Katsir, ahli sejarah dan ahli fiqh).
Tafsir at Tahlily merupakan tafsir secara runtut / berurutan; tafsir dari semua segi, mencakup : kosa kata, kalimat, lafadz, kandungannya, dan kesimpulannya; Ayat demi ayat, surat demi surat sesuai urutan dalam mushaf utsmani; Pengertian : ma’na yang dimakksud; Tujuan ditujukan pada siapa; dijelaskan munasbahnya (keterhubungan antar ayat / antar surat) dimana dalam menjelaskan ini semua dengan asbabun nuzul ayat, hadits-hadits, riwayat sahabat dan tabi’in. Para ulama’ yang membuat tafsir dengan sangat detil disebut itnab. Kalo yang ringkas disebut ijaz. Pertengahannya disebut musawah
3. Tafsir Muqaran / Perbandingan :
Dilakukan dengan cara membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki redaksi berbeda padahal isi kandungannya sama; antara ayat-ayat yang memiliki redaksi mirip padahal isi kandungannya berbeda; membandingkan ayat-ayat dengan hadis yang tampak bertentangan padahal dalam hakekatnya samasekali tidak bertentangan; membandingkan antar pendapat para ulama tafsir dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an.
4. Metode Mawdlu’iy / Tematik :
Membahas ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun, lalu dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait seperti asbab al-nuzul, kosakata dll. (Contoh tema falak, QS. Yunus ayat 5, QS. Yasin, QS. Albaqoroh ayat 187).
Mufassir adalah orang yang mentafsirkan AlQuran. Adapun syarat-syarat menjadi mufassir sebagai berikut :
1)    Aqidah yang benar
2)    Bersih dari hawa nafsu
3)    Menafsirkan lebih dahulu Qur an dengan Qur an
4)    Mencari penafsiran dari sunnah
5)    Meninjau pendapat para sahabat
6)    Memeriksa pendapat tabi’in
7)    Pengetahuan bahasa Arab dengan segala cabangnya
8)    Pengetahuan tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan Qur an
Sedangkan adab mufassir antara lain :
1.    Berniat baik dan bertujuan benar
2.    Berakhlak baik
3.    Taat dan beramal
4.    Berlaku jujur dan teliti dalam penukilan
5.    Tawadu’ dan lemah lembut
6.    Berjiwa mulia
7.    Vokal / lantang dalam menyampaikan kebenaran
8.    Berpenampilan baik
9.    Bersikap tenang dan mantap
10.  Mendahulukan orang yang lebih utama dari dirinya
11.  Mempersiapkan dan menempuh langkah-langkah penafsiran secara baik

Kitab – Kitab Tafsir Populer
Kitab-kitab Tafsir bil-Ma’sur yang terkenal antara lain :
1)    Tafsir yang dinisbahkan kepada Ibn Abbas
2)    Tafsir Ibn ‘Uyainah
3)    Tafsir Ibn Abi Hatim
4)    Tafsir Abusy Syaikh bin Hibban
5)    Tafsir Ibn ‘Atiyah
6)    Tafsir Abul Lais as-Samarqandi, Bahrul ‘Ulum
7)    Tafsir Abu Ishaq, al-Kasyfu wal Bayan ‘an Tafsiril Qur an
8)    Tafsir Ibn Jarir at-Tabari, Jami’ul Bayan fi Tafsiril Quran
9)    Tafsir Ibn Abi Syaibah
10) Tafsir al-Bagawi, Ma’alimut Tanzil
11) Tafsir Abil Fida’ al-Hafiz Ibn Kasir, Tafsirul Qur anil  ‘Azim
12) Tafsir as-Sa’labi, al-Jawahirul Hisan fi Tafsiril Qur an
13) Tafsir Jalaluddin as-Suyuti, ad-Durrul Mansur fit Tafsiri bil Ma’sur
14) Tafsir as-Syaukani, Fathul Qadir
Kitab – kitab tafsir bir-Ra’yi yang terkenal antara lain :
1.    Tafsir Abdurrahman bin Kaisan al-Asam
2.    Tafsir Abu ‘Ali al-Juba’i
3.    Tafsir ‘Abdul Jabbar
4.    Tafsir az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqa’iqi Gawamidit Tanzil wa ‘Uyunil Aqawil fi Wujuhit Ta’wil
5.    Tafsir Fakhruddin ar-Razi, Mafatihul Gaib
6.    Tafsir Ibn Furak
7.    Tafsir an-Nasafi, Madarikut Tanzil wa Haqa’iqut Ta’wil
8.    Tafsir al-Khazin, Lubabut Ta’wil fi Ma’anit Tanzil
9.    Tafsir Abu Hayyan, al-Bahrul Muhit
10.  Tafsir al-Baidawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil
11.  Tafsir al-Jalalain, Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuti
12.  Tafsir al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur an
13.  Tafsir Abus-Su’ud, Irsyadul ‘Aqlis Salim ila Mazayal Kitabil Karim
14.  Tafsir al-Alusi, Ruhul Ma’ani fi Tafsiril Qur anil ‘Azim was Sab’ii Masani

Kitab – kitab Tafsir terkenal di Abad Modern :
1)    Al-Jawahir fi Tafsiril Qur an, oleh Syaikh Tantawi Jauhari
2)    Tafsir al-Manar, oleh Sayid Muhammad Rasyid Rida
3)    Fi Zilalil Qur an, oleh Sayid Qutb
4)    At-Tafsir al-Bayani lil Qur anil Karim, oleh A’isyah Abdurrahman binti asy-Syati’
Dan tafsir yang membahas ayat-ayat hukum dalam al Qur an yang disebut “tafsir fiqh”, diantaranya yang terkenal sebagai berikut :
1.    Ahkamul Qur an, oleh al-Jasas (terbit)
2.    Ahkamul Qur an, oleh al-Kaya al-Haras (manuskrip)
3.    Ahkamul Qur an, Ibnul ‘Arabi (terbit)
4.    Al-Jami’ li Ahkamil Qur an, oleh al-Qurtubi (terbit)
5.    Al-Iklil fi Istinbatit Tanzil, oleh as-Suyuti (manuskrip)
6.    At-Tafsiratul  Ahmadiyah fi Bayanil Ayatisy Syar’iyah, oleh Mula Geon (terbit di India)
7.    Tafsiru Ayatil Ahkam, oleh Syaikh Muhammad as-Sayis (terbit)
8.    Tafsiru Ayatil Ahkam, oleh Syaikh Manna’ al-Qattan (terbit)
9.    Adwa’ul Bayan, oleh Syaikh Muhammad asy-Syinqiti (terbit)

Daftar Pustaka :
1.    Buku Studi Ilmu – ilmu Qur an,  karya Manna’ Khalil al-Qattan
2.    Kajian Ilmu Tafsir Lembaga Pendidikan Insani Yogyakarta bersama Ustadz Fathurahman Kamal, Lc, MA










                                                                                                                                                                                  

ULUMUL QUR’AN

ULUMUL QUR’AN

Kata ‘ulum dalam bentuk jamak/plural dari kata “ilmu”, yang  secara etimologis bermakna pemahaman dan pengetahuan. Secara terminologis ’Ulum al-Qur’an bermakna seluruh pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an al-Karim, baik dari segi penyusunan, pengumpulan, sistematika, perbedaan antara surat Makkiyah & Madaniyah, perbedaan antara ayat-ayat muhkamat & mutasyabihat,dan lain-lain yang berhubungan dan ada sangkut pautnya dengan al-Qur’an itu sendiri. Tujuan studi ’Ulum al-Qur’an yaitu agar memahami Kalam Allah ta’ala sesuai dengan keterangan dan penjelasan Rasulullah ’alaihissalam, sahabat dan tabi’in; agar mengetahui tokoh-tokoh Mufassirun (ahli tafsir), cara dan gaya mereka dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an; dan agar mengetahui kaedah-kaedah, persyaratan dan ilmu-ilmu yang menopang tafsir al-Qur’an.
Wahyu secara etimologi berarti pemberitahuan secara cepat dan rahasia. Didalam al-Qur’an,  kata “wahyu” digunakan untuk beberapa makna diantaranya;
  1. Ilham sebagai bawaan dasar manusia (fitrah), seperti wahyu terhadap ibunya Nabu Musa ‘alaihissalam (al-Qashash : 7),
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيه ِ
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia
  1. Ilham yang berupa instink pada binatang, seperti wahyu kepada lebah (Surah an-Nahl : 68),
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia".
  1. Isyarat yang cepat melalui bahasa symbol atau kode seperti isyarat Nabi Zakariya ‘alaihissalam kepada kaumnya untuk bertasbih (surah Maryam : 11),
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.
  1. Bisikan dan tipu daya syaithan untuk menjadikan yang buruk pada diri manusia kelihatan indah (surah Al-An’am : 121),
وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.
5. Perintah Allah yang disampaikan kepada para malaikat (surah Al-Anfal : 12),
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman".

Makna “wahyu” secara terminologis (syara’) berarti Kalam Allah ta’ala  yang diturunkan kepada seorang Nabi/Rasul dengan cara yang sangat cepat dan rahasia, tidak biasa (terjadi) pada manusia biasa.
Cara turunnya wahyu diterangkan oleh Rasulullah ‘alaihissalam didalam hadis riwayat Imam Bukhary.
  1. Tanpa perantara, dengan dua (2) cara :
Pertama : melalui mimpi yang benar, seperti cerita ‘Aisyah tentang mimpi Nabi yang datang seperti terangnya waktu pagi,tidak samar. 
Kedua : Pembicaraan Ilahy dari balik tabir yang didengar oleh seorang Nabi dalam keadaan terjaga, seperti yang dialami oleh Nabi Musa ‘alaihissalam (surah an-Nisa’ : 164),
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
  1. Dengan perantara (malaikat Jibril), dengan dua (2) cara :
Pertama : datang seperti dencingan lonceng dan suara yang amat kuat yang mempengaruhi faktor-faktor kesadaran sehingga Nabi siap menerima wahyu tersebut. Inilah yang paling berat buat Nabi Muhammad ‘alaihissalam.
Kedua : Jibril datang kepada Nabi dalam wujud seorang manusia, seperti hadis tentang Islam, iman dan ihsan.
Al-Qur’an berasal dari kata “qara’a” yang berarti mengumpulkan dan menghimpun. Bentuk masdar­-nya (infinitif) adalah “Qira’ah” yang berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi (“membaca”). “Al-Qur’an” sepadan dengan kata “Qira’ah” yang berarti “bacaan”, seperti yang tertera didalam surah Al-Qiamah ayat 17-18 :
.فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْءَانَهُ. إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.
Secara terminologis definisi Al-Qur’an yaitu kalam Allah  yang tiada tandingannya (mu’jizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad ‘alaihissalam penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantara Malaikat Jibril alaihi salam, ditulis dalam mushhaf-mushhaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang banyak), serta membaca dan mempelajarinya merupakan suatu ibadah, dimulai demgan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Naas.
Nama – nama Al Quran antara lain :
1. Al-Qur’ân :(al-Isrâ’ : 9)
2. Al-Kitâb : (al-Anbiyâ’ : 10)
3. Al-Furqân (al-Furqân : 1)
4. Al-Dzikr (al-Hijr : 9)
5. Al-Tanzîl (al-Syu’arâ’ :192)

Sifat – sifat Al Quran yaitu :
1.       Nûr (Cahaya) (an-Nisa’ : 174)
2.       Hudâ (Petunjuk), Syifâ’ (obat), Rahmah (rahmat) dan Maw’idzah (nasehat). (Yunus : 57)
3.       Mubin (yang menerangkan) (al-Maidah : 15)
4.       Mubârak (yang diberkahi) (al-‘An’âm : 92)
5.       Busyrâ (kabar gembira) (al-Baqarah : 97)
6.       Azîz (yang mulia) (Fushshilat : 41)
7.       Majîd (yang dihormati) (al-Buruj : 21)
8.       Basyîr (pembawa kabar gembira) dan Nadzîr (pembawa peringatan) (Fushshilat : 3-4)

                Hikmah Al Quran diturunkan secara bertahap yaitu meneguhkan hati Rasulullah ‘alaihissalam, menegaskan sisi mukjizat dan tantangan Al-Qur’an terhadap masyarakat Arab, mempermudah hafalan dan pemahaman Al-Qur’an, keserasian dengan aspek historisitas (peristiwa) dan pentahapan dalam penetapan hukum Islam, dan sebagai bukti bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah dan bukan buatan Nabi Muhammad ‘alaihissalam.

Daftar Pustaka :
  1. Buku Studi Ilmu – ilmu Qur an,  karya Manna’ Khalil al-Qattan
  2. Kajian Ulumul Quran Lembaga Pendidikan Insani Yogyakarta bersama Ustadz Ahmad Arif Rifan, SHI, MSi