Dakwah dengan Nasehat yang menyentuh
Agar nasehat
mempunyai pengaruh yang kuat, maka sebuah nasihat harus memiliki syarat-syarat
berikut ini :
a.
Tema yang tepat
Dalam memberi nasihat ataupun peringatan kepada masyarakat perlu
memilih tema-tema yang sangat bermanfaat bagi agamanya maupun dunianya. Tidak
hanya berkutat dalam penjelasan mengenai berbagai hukum. Namun perlu memilih
tema-tema yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dalam realita kehidupan
sehari-hari.
Membatasi nasihat hanya pada khutbah jum’at dan hari raya
menyebabkan masyarakat muslim menjauh dari hakikat agamanya. Terlebih jika
khutbah telah berubah menjadi profesi dan bukan sebagai tugas dakwah, atau isi
khutbah yang disampaikan adalah lembaran-lembaran yang ditulis berabad-abad
yang silam. Maka tanpa disadari, mereka telah membangun benteng penghalang
antara nilai-nilai islam dengan realita kehidupan modern.
Sebenarnya
Rasulullah Saw telah mencontohkan kepada kita, beliau sering menasihati para
sahabat di luar khutbah-khutbah yang formal. Nasihat-nasihat tersebut mempunyai
pengaruh yang luar biasa bagi para sahabat. Ini semua dilakukan sebagai bentuk
realisasi dari firman Allah Swt,
“Serulah (manusia) ke jalan
Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (An
Nahl ayat 125)
b.
Dengan bahasa yang baik
Bahasa yang baik dan jelas akan membantu seseorang untuk lebih mudah
memahami dan menerima apa yang ia dengar, bahkan bahasa yang baik juga lebih
mempunyai efek langsung terhadap hati. Allah berfirman,
“Dan berilah mereka pelajaran
dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (An Nisa’ ayat 63)
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Rasulullah menasehati kami dengan
nasihat yang berbekas pada jiwa.”” (Hr Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)
c.
Tidak terlalu panjang
Nasihat yang terlalu panjang dapat membosankan orang yang mendengar,
hingga manfaat yang diinginkan tidak bisa dicapai. Rasulullah Saw senantiasa
memendekkan berbagai khutbah dan nasihatnya.
Jabar bin Samurah ra. berkata, “Aku shalat bersama Rasulullah Saw.
Shalatnya tidak terlalu panjang. Begitu pula khutbahnya.” (HR Muslim)
Dalam sebuah hadits disebutkan “Bahwa Rasululllah Saw tidak
memanjangkan khutbah Jum’at, akan tetapi hanya beberapa kalimat yang pendek.”
(HR Abu Dawud)
d.
Memilih waktu yang tepat
Rasulullah
Saw tidak terus menerus memberikan nasihat. Abi wail ra. berkata, “Ibnu Mas’ud
selalu menasihati kami setiap hari Kamis. Maka seorang laki-laki berkata
kepadanya, “Wahai Abu Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami senang dengan nasihatmu.
Kami sangat mengharapkan jika kamu menasihati kami setiap hari.” Ibnu Mas’ud
menjawab, “Saya tidak memberi memberi nasihat kalian setiap hari karena saya
takut menjemukan kalian. Sesungguhnya Rasulullah Saw mengatur waktu dalam
memberikan nasihat kepada kami, karena beliau khawatir kami bosan.” (HR Bukhari
Muslim)
Sifat pemberi nasihat yang sukses
Agar nasihat bisa diterima, maka seorang pemberi nasihat harus
memiliki beberapa syarat berikut ini :
a.
Yakin dengan apa yang dikatakan
Keyakinan terhadap apa yang dinasihatkan mempunyai dampak yang
besar, bagi orang yang menerima nasihat. Karena jika orang yang mendengarkan
nasihat menangkap gelagat keraguan dari orang yang memberi nasihat, maka bisa
dipastikan orang tersebut tidak akan percaya apalagi menaruh perhatian.
Keyakinan ini akan tampak pada cara dan nada bicaranya juga pada sikap dan raut
mukanya.
Jabir bin Abdullah ra. berkata, “Ketika berkhutbah dan membahas
tentang hari kiamat, Rasulullah terlihat marah, suaranya meninggi, kedua
matanya memerah. Seolah-olah beliau sedang memberikan komando kepada pasukan
perang.”
b.
Hati yang bersih
Orang yang hatinya bersih akan berbicara dari hati, maka hati pula
yang akan menerimanya. Namun, jika hati penuh debu-debu dosa maka ucapan yang
keluar hanyalah sebatas dari bibir, sehingga hanya akan masuk telinga kanan dan
keluar melalui telinga kiri atau sebaliknya.
Diriwiyatkan bahwa suatu saat Hasan Al-Bashry mendengarkan seseorang
yang berceramah di Masjid Bashrah. Namun ceramah tersebut tidak mempunyai
pengaruh sama sekali terhadap Hasan Al-Bashry. Maka, setelah orang-orang yang
ada di situ meninggalkan tempat, ia berkata kepada si penceramah, “Bisa jadi
karena di hatimu ada penyakit. Atau, justru di hatiku.”
c.
Ucapannya sesuai dengan
perbuatan
Orang-orang yang tertarik dengan ucapan seseorang, biasanya akan
mengamati perilaku orang yang berbicara tersebut. Jika ucapannya sesuai dengan
perbuatannya, maka akan diikuti. Namun, jika tidak, maka ucapan tersebut akan
ditolak. Karena itulah, ada orang yang berkata, “Barangsiapa yang memberikan
nasihat dengan ucapannya, maka ucapannya akan sirna begitu saja. Sedangkan
barangsiapa yang memberikan nasihat dengan perbuatannya, maka nasihatnya akan
mengenai sasaran.”
Allah
Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang
tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (AshShaaf ayat 2-3)
Referensi : Kitab Al Wafi, DR. Musthafa Dieb Al-Bugha, syarah kitab arbain imam nawawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar