CIRI-CIRI IBADURRAHMAN
Di dalam Al-Quran Surat Al Furqan ayat 63 sampai dengan ayat 76, menjelaskan mengenai
sifat-sifat 'Ibaadurrahman (para hamba ar-Rahman), karakteristik, ciri-ciri
mereka serta pahala besar yang Allah siapkan buat mereka di sisi-Nya agar orang
yang ingin menjadi salah satu dari 'Ibaadurrahman dapat memilikinya, meraih
kehormatan beribadah dan menisbatkan diri kepada-Nya serta menggapai
persaksian. Dalam ayat-ayat tersebut, disebutkan sifat-sifat 'Ibaadurrahman sebagai
berikut :
(63) Dan
hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.
(64) Dan orang
yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.
(65) Dan
orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami,
sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.”
(66)
Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.
(67) Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.
(68) Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah
dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang
demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya).
(69) (yakni)
akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam
azab itu, dalam keadaan terhina,
(70) kecuali
orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu
kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
(71) Dan
orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia
bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.
(72) Dan
orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu
dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,
mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.
(73) Dan
orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka,
mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta.
(74) Dan orang
orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
(75) Mereka
itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam syurga) karena
kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di
dalamnya.
(76) mereka
kekal di dalamnya. Syurga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.
Penjelasan :
Diantara ciri – ciri
‘Ibaadurrahman antara lain sebagai berikut :
1. Tawadhu' (Rendah Hati)
dan taat kepada Allah Swt
Yaitu
sebagaimana firman-Nya, artinya, “(ialah) orang-orang yang berjalan di atas
bumi dengan rendah hati”. [63]
Inilah sifat pertama ‘Ibaadurrahman, yaitu mereka
berjalan di atas bumi dengan sangat enteng dan ringan, tidak dibuat-buat, tidak
sombong atau pun melengos. Mereka tidak berjalan dengan sangat cepat yang
menunjuk-kan sikap suka mengentengkan dan kasar, juga tidak berjalan dengan
sangat pelan yang menunjukkan sifat malas dan kumal. Tetapi mereka berjalan
dengan ringan, penuh dengan semangat, tekad, kelelakian dan jiwa muda. Mereka
mengetahui betul wasiat Luqman kepada anaknya sebagaimana diinformasikan
Rabbnya, artinya, “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan.”
(QS.Luqman:19). Maksudnya adalah sedang-sedang saja dalam semua urusan, tidak
berlebihan atau keterlaluan sekali.
‘Ibaadurrahman
berjalan di pelosok bumi untuk mencari rizki dan tuntutan hidup dengan penuh
kelembutan dalam batasan-batasan yang diperkenankan Allah subhanahu wata’ala
kepada mereka, tidak rakus, tamak, menyia-nyiakan kewajiban, melakukan hal-hal
yang diharamkan atau pun berbuat mubadzir. Tidak muncul dari mereka sikap
keras, melecehkan, sombong, berbangga-bangga dan berbesar diri. Mereka tidak
berbuat kerusakan di muka bumi, mencari ketinggian, lebih mendahulukan
keuntungan duniawi yang fana, tidak berusaha semata hanya untuk mengumpulkan
harta dan bersenang-senang dengan kenikmatan kehidupan duniawi.
Mereka
juga rendah hati terhadap Allah subhanahu wata’ala, lembut dan ringan,
tidak angkuh dan sombong. Mereka mendengar firman Allah subhanahu wata’ala,
artinya, “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong,
karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali
kamu tidak akan sampai setinggi gunung.”
2. Lemah Lembut, hilmu (sabar / tenang), dan selalu
berkata baik
Yaitu
sebagaimana firman-Nya, artinya, “Dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” [63]
Ini
merupakan sifat ke dua ‘Ibaadurrahman, yaitu bila orang-orang jahil mengucapkan
ucapan yang buruk, mereka tidak membalas dengan ucapan yang sama tetapi
mema'afkan, tidak berkata kecuali yang baik, mereka tidak terpancing oleh
kejahilan orang tersebut, tetapi menahan lisan dan emosi mereka.
Mereka
memangkas jalan fitnah dan keburukan yang ingin dilakukan orang-orang jahil
itu, memadamkan 'kobaran' kejahatan pertama yang andaikata dibalas dengan
tindakan yang sama, pastilah apinya akan semakin menyala sehingga bisa
menimbulkan perang besar dan kejahatan bergentayangan. Menurut mereka, kepahlawanan
bukanlah ditampakkan dengan postur badan yang kuat, berotot, dan mampu menang
dalam pertarungan, tetapi kepahlawanan yang hakiki adalah menahan diri ketika
marah.
Yang
menjadi panutan mereka dalam hal ini adalah Nabi mereka, Muhammad shallallahu
‘alihi wasallam yang merupakan manusia paling lemah lembut. Salah satu
contohnya, “Ketika ada seorang Arab Badui yang datang kepada Rasulullah shallallahu
‘alihi wasallamdan berkata kasar, lalu kaum Muslimin marah dan ingin
memberinya pelajaran, namun hal itu dicegah oleh beliau. Beliau membalas sikap
kasar itu dengan kasih sayang dan lemah lembut.” (Hadits Muttafaqun 'alaih)
3. Melakukan Qiyamullail (tahajjud pada malam hari)
Yaitu
sebagaimana firman-Nya, artinya, “Dan orang yang melalui malam hari dengan
bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.” [64]
Allah
subhanahu wata’ala menyebut para hamba-Nya sebagai orang yang mencintai
malam hari dengan melakukan ibadah. Mereka bangun saat orang-orang sedang
terlelap tidur, waspada saat orang-orang lengah, sibuk menyong-song Rabb mereka,
menggantungkan jiwa dan anggota badan mereka kepada-Nya. Saat orang-orang
terlena dan merasa mantap dengan kehidupan duniawi, mereka justeru menginginkan
‘Arsy ar-Rahman sebab mereka mengetahui bahwa ibadah di kegelapan malam
dapat menjauhkan mereka dari sifat riya' dan minta dipuji. Ibadah di malam hari
juga membangkitkan kebahagiaan di hati dan ketenangan bagi jiwa serta
penerangan bagi penglihatan mereka.
Saat
berdiri di hadapan Allah subhanahu wata’ala dan mengarahkan wajah mereka
kepada-Nya, mereka merasakan kelezatan dan kebahagiaan yang tiada tara serta
kenikmatan yang tak terkira. Tiada lagi rasa manis setelah manisnya beribadah
kepada Allah subhanahu wata’ala, bermesra, dan melakukan kontak
dengan-Nya. Melakukan Qiyamullail merupakan sifat asli ‘Ibaadurrahman. Allah subhanahu
wata’ala menyebut mereka dengan sifat itu dalam banyak ayat dan
menganjurkan para Nabi-Nya untuk melakukan hal itu.
Rasulullah
shallallahu ‘alihi wasallam bersabda, “Hendak-lah kamu melakukan
Qiyamullail sebab ia adalah tradisi orang-orang shalih sebelum kamu, bentuk
pendekatan kepada Rabb kamu, penghenti dosa, penebus dosa-dosa kecil dan
pengusir penyakit dari badan.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi yang dinilai
Hasan oleh Syaikh al-Albani)
4. Takut Api Neraka / takut kepada adzab Allah Swt
Sebagaimana
firman-Nya, artinya, “Dan orang-orang yang berkata, 'Ya Rabb kami, jauhkan
azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasan yang
kekal.”[65] Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat
kediaman.” [66]
Sekalipun
‘Ibaadurrahman sangat ta'at dan hati mereka dipenuhi dengan ketakwaan namun
mereka selalu merasa amalan dan ibadah mereka masih kurang. Mereka tidak
melihat hal itu sebagai jaminan dan pemberi rasa aman dari api neraka bila saja
tidak mendapatkan curahan karunia dan rahmat-Nya yang dengannya mereka
terhindar dari adzab Jahannam. Karena itu, mereka selalu terlihat takut, cemas
dan khawatir dengan adzab Jahannam.
Mereka
selalu memohon kepada Allah agar Dia menghindarkan mereka dari adzab Jahannam
seluruhnya, baik adzab yang dirasakan penghuni abadinya atau pun penghuni
semen-taranya. Inilah sifat setiap Mukmin yang bersungguh-sungguh dalam berbuat
ta'at dan takut akan adzab Allah subhanahu wata’ala sebagaimana
disebutkan dalam firman-Nya yang lain, “Dan
orang-orang yang takut terhadap azab Rabbnya. Karena sesungguhnya azab Rabb
mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).” (QS.
Al-Ma'arij: 27, 28)
Do’a
yang dipanjatkan umat muslim tatkala selesai tahiyyatul akhir menjelang salam :
Allohumma innni a’udzubika min adzabi jahannama wa
min adzabil qobri wa min fitnatil mahya wa mamat wa min syarri fitnatil masihi
ddajjal.
5. Ekonomis (adil / seimbang) Dalam Pengeluaran dan
Tidak Boros
Sebagaimana
firman-Nya, artinya, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” [67]
‘Ibaadurrahman
bukanlah orang-orang yang berbuat mubadzir, membelanjakan harta melewati batas
keperluan sebab mereka mengetahui benar bahwa boros akan merusak jiwa dan
harta. Orang-orang yang berbuat mubadzir adalah saudara-saudara syetan. Syetan
selalu menyuruh berbuat keji dan munkar. Mereka juga mengetahui bahwa mereka
bertang-gung jawab di hadapan Allah subhanahu wata’ala terhadap harta
mereka; dari mana mereka peroleh dan kepada siapa mereka infakkan.
Mereka
juga tidak pernah kikir terhadap diri sendiri dan keluarga mereka, dalam arti
teledor memberikan hak mereka dan tidak berinfaq untuk hal yang telah
diwajibkan Allah subhanahu wata’ala, sebab mereka mengetahui bahwa Allah
subhanahu wata’ala telah mencela kekikiran dan sifat bakhil. Jiwa nan
suci menilai buruk sifat bakhil dan menghindari pelakunya.
Metode
berinfaq ‘Ibaadurrahman adalah moderat dan menengah, antara bakhil dan boros. Bersikap
tawazun pertengahan anatara keduanya. Mereka berada di puncak pertengahan
antara boros dan bakhil. Mereka meletakkan ayat Allah subhanahu wata’ala
berikut di hadapan mata mereka, artinya, “Dan janganlah kamu jadikan
tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya
karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Isra':29)
Yakni
janganlah kamu bakhil, sehingga tidak mau memberi sesuatu kepada siapa pun dan
janganlah pula boros dalam mengeluarkan harta, sehingga memberi di atas
kemampuanmu dan mengeluarkannya melebihi pendapatanmu.
6.
Tidak melakukan perbuatan syirik
Sebagaimana Firman Alloh Swt : “Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)”
[68]
Dalam
ayat lain, Allah Swt berfirman :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” (An Nisa : 48)
7.
Tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah Swt
Rasulullah
bersabda dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim :
“Tujuh
perkara yang menghancurkan /merusak kalian, yakni syirik kepada Allah,
mempraktekkan sihir, membunuh, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari
dari barisan perang, dan menuduh orang baik berzina.”
8.
Menghindari zina
Allah
Swt berfirman :
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Al Israa’: 32)
Maka
apabila mereka berbuat dosa – dosa kesalahan demikian, mereka segera bertaubat
dari segala kesalahan yang dilakukannya. Kelanjutan Surat Alfurqan ayat
70 dan 71 :
“kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan
kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [70]
Tentang ayat-ayat yang mendukung ta’mimum tobat (Nazhoir katsiran :
ayat yang maknanya setara); QS At Taubah ayat 104; QS Az Zumar ayat 53.
“Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka
sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” [71]
Dalam
ayat lain, Allah Swt berfirman :
“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang?” (At Taubah : 104)
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa[1314] semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (Az zumar : 53 )
9. Menhindari dusta, perkataan yang tidak benar, dan tidak bersaksi palsu
serta menghindar dari tempat-tempat yang tidak berguna
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila
mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang
tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.
Kata Az zur bermakna menyifati sesuatu (perkataan) yang tidak sesuai
dengan kenyataannya.
Sedangkan kata laghwu bermakna setiap perkataan/ tindakan yang batil,
tidak artinya dan dasarnya.
Dalam ayat lain Alllah Swt berfirman :
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka
berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan
bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan
orang-orang jahil." (QS al Qashash : 55).
Dalam salah satu haditnya, Rasulullah Saw bersabda :
Abu Bakrah (Nufai’) bin Alharits r.a berkata : Bersabda Rasulullah Saw
: Sukakah saya beritahukan kepadamu sebesar-besar dosa yang besar, yaitu tiga. Sahabat berkata : Baiklah ya Rasulullah, bersabda
Nabi : Menyekutukan Alah, dan durhaka kepada kedua orang tua. Tadinya Nabi
menyandar, kemudian tegak duduk sambil bersabda : Camkanlah dan saksi palsu dan perkataan bohong. Maka Nabi selalu mengulangi : Dan persaksian palsu, sehingga kami
berkata : Semoga Nabi diam. (Bukhori Muslim).
Pada masa khalifah Umar bin Khattab ra, orang yang bersaksi palsu dan
dinyatakan oleh pengadilan mendapat hukuman empat puluh kali cambuk, dan diberi
tanda hitam di wajahnya, digunduli kepalanya dan diarak keliling pasar guna
hukuman bagi orang yang bersaksi palsu.
10. Menerima setiap peringatan dengan benar-benar terbuka dan dengan
penuh semangat
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan
mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta.” [73]
Jika diingatkan kepada ayat – ayat Allah Swt, maka bersungguh-sungguh
memperhatikannya, beresgera mendengarkannya, dengan mata terbuka, dan hati yang
terbuka dengan rela dan siap menerima kebenaran, tidak seperti orang kafir dan
munafik dan para pelaku maksiat dari kalangan umat muslim sendiri.
Allah Swt berfirman :
“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang
munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya
dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat
ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di
dalam hati mereka ada penyakit[666],
maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang
telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (QS. At Taubah : 124-125)
Kata rijsun à makanan yang berdampak pada kerusakan jiwa
11. Merendahkan diri dan bersungguh-sungguh kepada Allah Swt dalam
meminta
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada
kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”[74]
At tadharru’ yakni berdoa dengan penuh
pengharapan. Berdoa untuk keturunan kita sebagaimana dipesankan oleh Rasulullah
Saw bahwa ada tiga perkara yang tidak putus walaupun kita telah meninggal
dunia, yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang selalu
mendoakan orangtuanya. Meminta kepemimpinan dalam beragama. Balasan takwa dan tawakkal kepada Allah Swt : QS At Thalaq ayat 3.
Demikianlah penjelasan sifat-sifat ‘ibaadurrahman
sebagaimana termaktub dalam Al Quran Surah Al Furqan ayat 63 sampai dengan ayat 76. Semoga bermanfaat.
Diolah dari berbagai sumber:
·
Buletin berjudul, Min Shifaat 'Ibaadirrahman Fi Al-Qur'an, disusun
oleh Bagian Ilmiah penerbit Darul Wathan. (Hafid M. Chofie) dalam Artikel Buletin An-Nur : alsofwah.or.id
·
Ustadz
Prof. DR. Wahbah al Zuhaily, At Tafsir Al
munir fi al aqidah wa as syariah wa al manhaj
·
Kajian
rutin Tafsir Taflily Asrama Lembaga Pendidikan Insani Yogyakarta oleh Ustadz
Ahmad Arif Rif’an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar