Kisah Isra’ Mi’raj dalam Siroh Nabawiyah dan Kitab Tafsir
Dalam
Siroh Nabawiyah Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, yang banyak meringkas siroh
Ibnu Hisyam yang menjadi landasan shiroh nabawiyah ulama’ karena memuat hadits
shohih dan atsar shohabi yang shohih, dijelaskan bahwa Rasulllah Saw di Isra’kan dari masjidil Haram
ke Masjidil Aqsa, lalu ke sidratul muntaha menuju kedekatan yang dikehendaki
Allah Swt. Suatu perjalanan ke langit,
menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt, bertemu dengan (ruh) para nabi.
Allah swt berfirman dalam alquran :
“Penglihatannya (Muhammad)
tidak berpaling dari apa yang dilihatnya dan tidak pula melampauinya.
Sesungguhnya dia telah melihat tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling
besar.” (QS. AnNajm ayat 17-18)
Isra’ Mi’raj adalah jamuan kemuliaan
dari Allah Swt, penghibur hati dan pengganti dari apa yang dialami Rasulullah
Saw ketika berada di Thaif berupa penghinaan, penolakan dan pengusiran. Diriwayatkan
oleh al-Baihaqi dari Ibnu Syihab az-Zuhri bahwa Isra’ terjadi pada tahun
sebelum tahun hijriyah. Terjadi perbedaan pendapat mengenai bulan terjadinya
peristiwa ini. Pendapat yang terkenal, Isra’ terjadi pada malam ke-27 bulan
Rajab. Hal yang disepakati adalah bahwa peristiwa isra mi’raj ini terjadi
setelah kepergian Nabi Muhammad
Saw ke Thaif.
Sebelum
ke Thaif, banyak musibah yang membuat hati Rasulullah Saw sedih, yakni wafatnya Abu Thalib
paman yang sekaligus pelindung beliau dari gangguan kaum kafir Quraisy, serta
wafatnya istri tercinta Khadijah r.a. pada tahun ke 10 dari
kenabian.
Dalam kitab tafsirnya, Ibnu
Katisr menjelaskan mengenai suroh Al Isra’ ayat 1 yakni :
“Mahasuci
Zat Yang telah memperjalankan hambaNya pada malam hari dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsha yang telah Kami berkati sekitarnya agar Kami memperlihatkan
kepadanya sebagian ayat kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.”
Allah
mengagungkan zat-Nya sendiri dan mementingkan urusan-Nya karena kekuasaannya
atas apa yang tidak dapat dilakukan seorang pun selain Dia. Tidak ada Tuhan
selain Dia dan tidak ada Rabb kecuali Dia ”Yang telah memperjalankan
hamba-Nya” Muhammad Saw “pada malam hari dari Masjidil Haram,” yaitu masjid di
Mekah, “ke Masjidil Aqsha” di Baitul Maqdis yang menjadi sumber para nabi sejak
Ibrahim a.s. Oleh karena itu, mereka berkumpul di sana untuk menyambut Nabi Muhammad Saw. Beliau mengimami mereka
di tempat tinggal mereka. Hal ini menunjukkan bahwa beliau merupakan imam besar
dan pemimpin yang terkemuka. Semoga shalawat dan salam dari Allah dilimpahkan
kepadanya dan kepada mereka semua.
Firman
Allah Ta’ala, “Yang telah Kami berkati sekitarnya,” dalam hal tanam-tanaman dan
buah-buahan “agar Kami memperlihatkan kepadanya,” yakni kepada Muhammad Saw,
“sebagian ayat kami” yang besar, seperti firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya dia
telah melihat sebagian ayat Tuhannya yang besar.” Kami akan menceritakan
sebagian ayat ini yang dimudahkan Allah sebagaimana yang terdapat dalam
hadits-hadits Nabi Saw.
Firman
Allah Ta’ala, ”Sesungguhnya
Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat,” yakni Maha Mendengar ucapan-ucapan
hamba-Nya baik yang mukmin maupun yang kafir dan membenarkan maupun yang
mendustakan, Maha Melihat terhadap mereka, lalu Dia memberikan kepada
masing-masing sesuatu yang berhak mereka terima di dunia dan di akhirat.
Dalam
Shahih Muslim diriwayatkan dari Anas
bin Malik bahwa Rasulullah Saw bersabda,
Jibril
membawakan untukku seekor Buraq, yaitu sejenis binatang yang berwarna putih.
Binatang itu lebih panjang dari keledai dan lebih pendek dari pada baghal. Ia
dapat melangkah sejauh mata memandang. Aku menungganginya hingga aku tiba di
Baitul Maqdis. Lalu aku menambatkannya pada tambatan yang biasa digunakan oleh
para Nabi.
Kemudian aku masuk Masjid
dan shalat di dalamnya dua rakaat. Kemudian aku keluar. Tiba-tiba Jibril
menemuiku sambil membawa wadah berisi khamar dan wadah yang berisi susu. Aku
memilih susu. Jibril a.s berkata, “Engkau memilih yang benar”. Lalu aku dibawa
naik ke langit.
Jibril meminta dibukakan
pintu. Jibril ditanya, ‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab,’Aku Jibril.’ Jibril
ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril
ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril menjawab, ”Dia telah diutus”. Lalu
pintupun dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Adam. Dia
menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Kemudian aku dibawa naik ke
langit kedua. Jibril meminta dibukakan pintu. Jibril ditanya, ‘Siapa Anda?’
Jibril menjawab,’Aku Jibril.’ Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril
menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril
menjawab,”Dia telah diutus”. Lalu pintupun dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan
Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria a.s. Keduanya menyambutku dan mendoakanku
dengan kebaikan.
Kemudian aku dibawa naik ke
langit ketiga. Jibril meminta dibukakan pintu. Jibril ditanya, ‘Siapa Anda?’
Jibril menjawab,’Aku Jibril.’ Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril
menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril
menjawab,”Dia telah diutus”. Lalu pintupun dibukakan untuk kami. Ternyata aku
bertemu dengan Yusuf a.s. Dia diberi Allah separo ketampanan. Dia menyambutku
dan mendoakanku dengan kebaikan.
Kemudian aku dibawa naik ke langit ke empat. Jibril ditanya,
‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab, ’Aku Jibril.’ Jibril ditanya, Dengan siapa
Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril ditanya, “Apakah dia sudah
diutus?’ Jibril menjawab,”Dia telah diutus”. Lalu pintupun dibukakan untuk
kami. Ternyata aku bertemu dengan Idris. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan
kebaikan. Allah Ta’ala berfirman, ‘Dan Kami telah menaikkannya ke tempat yang
tinggi’.
Kemudian aku dibawa ke
langit ke lima. Jibril ditanya lagi, ‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab,’Aku
Jibril.’ Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan
Muhammad.’ Jibril ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril menjawab,”Dia
telah diutus”. Lalu pintupun dibukakan untuk kami.Ternyata aku bertemu dengan
Harun a.s. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Kemudian aku dibawa ke
langit keenam. Jibril ditanya, ‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab,’Aku Jibril.’
Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril
ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril menjawab,”Dia telah diutus”. Lalu
pintupun dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Musa a.s. Dia
menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Kemudian aku dibawa ke
langit ke tujuh. Jibril ditanya, ‘Siapa Anda?’ Jibril menjawab,’Aku Jibril.’
Jibril ditanya, Dengan siapa Anda?’ Jibril menjawab, “Dengan Muhammad.’ Jibril
ditanya, “Apakah dia sudah diutus?’ Jibril menjawab,”Dia telah diutus”. Lalu
pintupun dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Ibrahim a.s. yang
tengah bersandar ke Baitul Ma’mur dimana 70.000 (tujuh puluh ribu) malaikat
masuk ke dalamnya setiap hari dan mereka tidak pernah kembali lagi.
Kemudian aku dibawa ke
Sidratul Muntaha. Di sana terdapat pepohonan sebesar telinga gajah dan buahnya
sebesar kendi. Setiap kali ia tertutup dengan kehendak Allah, ia berubah
sehingga tidak ada satupun makhluk Allah yang dapat mengungkapkan keindahannya.
Lalu Allah mewahyukan kepadaku suatu wahyu, yaitu Dia mewajibkan sholat
kepadaku 50 kali sehari semalam.
Lalu aku turun dan bertemu
dengan Musa a.s. Dia bertanya, “Apa yang telah difardhukan Tuhanmu atas
umatmu?” Aku menjawab ‘Shalat 50 kali sehari semalam.’ Musa berkata,
‘Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan karena umatmu tidak akan
mampu melakukannya. Aku pun telah menguji dan mencoba kepada Bani Israil.’ Maka
aku pun kembali kepada Tuhanku, lalu berkata, ‘Ya Tuhanku, ringankanlah bagi
umatku, hapuslah lima kali.’ Lalu aku kembali kepada Musa a.s seraya berkata,
‘Tuhanku telah menghapus lima kali shalat. ‘Musa berkata, ‘Sesungguhnya umatmu
tidak akan sanggup shalat sebanyak itu. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah
keringanan. ‘Maka aku bolak-balik antara Tuhanku dan Musa a.s hingga Dia
berfirman, ’Hai Muhammad, yang 50 kali itu menjadi lima kali saja. Setiap kali
setara dengan 10 kali sehingga sama dengan limapuluh kali shalat. Barangsiapa
yang berniat melakukan kebaikan, dan jika ia melakukannya, maka baginya sepuluh
kebaikan. Barangsiapa yang berniat melakukan keburukan, namun dia tidak jadi
melakukannya, maka tidak dituliskan apa pun baginya. Jika dia melakukannya
juga, maka baginya satu keburukan.’ ‘Aku pun turun hingga bertemu lagi lagi
dengan Musa a.s dan mengatakan kepadanya bahwa aku telah kembali kepada Tuhanku
sehingga aku malu kepadaNya.” (HR
Muslim)
Dalam
kitab tafsirnya Fi Zhilalil Quran (Di Bawah Naungan al Quran) Sayyid Qutb
menjelaskan bahwa kata “Isra” artinya berjalan di waktu malam. Pada hakikatnya,
penyebutan kata ini sudah cukup membawa arti yang dikandungnya, dan tidak perlu
lagi menyebutkan kata waktu itu. Akan tetapi secara tekstual, dalam ayat ini
dinyatakan waktu malam, ‘Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya
pada suatu malam”, sebagai ilustrasi (sebuah metode yang biasa dipakai oleh
Alquran), untuk menyorot suasana teduhnya malam dan kesejukan udaranya.
Sehingga menyentuh hati yang sedang menyimak dan mengikuti secara saksama gerak
perjalanan peristiwa Isra nan lembut ini. Pada bagaian lain Sayyid Qutb
menjelaskan peristiwa Isra’ Mi’raj ini yakni dalam tafsiran surat an-Najm ayat
13-18.
“Sesungguhnya Muhammad telah melihat
Jibril itu pada waktu yang lain, yaitu di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada
surga tempat tinggal, ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang
meliputinya. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak
pula melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebagian tanda-tanda
kekuasaan Tuhannya yang paling besar.” (an-Najm : 13-18)
Peristiwa ini terjadi pada malam
Isra Mikraj, demikianlah menurut riwayat yang shahih. Jibril mendekati Nabi
Saw, sedang dia tampil dalam sosok aslinya, yaitu di Sidratil Muntaha. Sidrah, seperti dimaklumi adalah nama
sebuah pohon. Lalu istilah sidratil
muntaha digunakan karena tempat itulah puncak jangkauan (muntaha) Surga Ma’wa yang berada di
dekatnya. Atau ia dinamai demikian karena menjadi akhir (muntaha) dari perjalanan mikraj. Atau karena ia menjadi tempat terakhir
dari kebersamaan Nabi Saw dengan Jbril a.s, karena disanalah Jibril berhenti,
sedang Muhammad Saw terus naik keperangkat lain yang terdekat dengan Arsy Robbnya.
Wallohu A’lam bish-showab.
Diolah dari berbagai sumber : Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Sayyid
Qutb, dan Siroh
Nabawiyah Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar