SHALAHUDDIN AL-AYYUBI : PAHLAWAN ISLAM PEMBEBAS BAITUL MAQDIS
Shalahuddin
Al-Ayyubi ialah sosok sultan (penguasa), panglima perang, mujahid sejati, ulama
yang faqih, politisi ulung, penempuh jalan zuhud, serta seorang insan yang
memiliki karakter belas kasih luar biasa. Ia komandan perang yang ditakuti
lawan, seorang raja yang memainkan peran politik penuh intelijensi dan
inspirasi, seorang hamba sholih yang berdoa penuh khusyuk seraya berlinang air
matanya, mengharap pertolongan Rabb nya, seorang ahlusunnah yang berjasa
membersihkan Mesir dari sekte Syiah Rafidhah (Dinasti Ubaidiyah / Fathimiyah),
dan seorang pemimpin mulia yang memenuhi janji, konsisten dengan kesepakatan,
serta pemurah hati.
Shalahuddin
berasal dari keluarga suku Kurdi yang memiliki asal usul mulia dan sangat
terhormat. Shalahuddin Al-Ayyubi dilahirkan pada tahun 532 H (1137 M) di
Benteng Tikrit, sebuah kota tua yang jaraknya lebih dekat ke Baghdad daripada
ke Mosul. Di antara keajiban takdir adalah bahwa kelahiran Shalahuddin
bertepatan dengan keluarnya perintah dari Mujahiduddin Bahruz, penguasa Baghdad
kepada Najmuddin Ayyub dan saudaranya Shirkuh, agar meninggalkan kota Tikrit.
Perintah tersebut dikeluarkan menyusul pembunuhan yang dilakukan ileh Shirkuh
terhadap salah seorang komandan benteng.
Tauladan Seorang
Pemimpin
Adalah
Shalahuddin menjadi teladan yang baik bagi rakyat dan prajuritnya. Ia memulai
pekerjaan dengan dirinya, kemudian mengajak orang lain untuk mengikutinya.
Tindakanya ini tumbuh dari pemahaman yang bersih. Hal itu karena ia memahami
betul bahwa kedudukan yang tertinggi dalam masyarakat manapun adalah terletak
di pundak pekerja. Pekerjaan menjadi dasar penghargaan bagi individu maupun
masyarakat, dan merupakan poros berbagai hubungan sosial. Disebabkan inilah ia
dicintai oleh semua orang... Cinta inilah yang menjadi rahasia kesuksesan dan
kekuatannya. Tatkala memutuskan untuk membangun pagar yang mengitari Baitul
Maqdis dan menggali parit di sekelilingnya, ia sendiri yang terjun memimpin
pengerjaannya. Ia mengangkut bebatuan di pundaknya, sehingga semua orang dari
berbagai kalangan; para fuqaha, orang-orang kaya, kaum kerabat maupun
orang-orang lemah, beramai-ramai ikut bekerja dengannya. Karena itulah ia
dihormati oleh semua orang.
Pesan Seorang Ayah kepada Generasi Penerusnya
Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi
berpesan kepada putranya, Al-Malik Azh-Zhahir Ghazi :
“Aku berpesan kepadamu agar
bertakwa kepada Alloh Swt, karena takwa adalah pangkal setiap kebaikan. Aku
memerintahkanmu menjaga apa-apa yang diperintahkan Alloh kepadamu, karena itu
merupakan jalan keselamatanmu. Aku memperingatkanmu tentang darah, campur
tangan dalam urusannya, dan memikul tanggung jawab untuknya. Karena darah itu
tidak pernah tidur. Aku berpesan kepadamu agar engkau menjaga hati rakyat dan
memperhatikan kondisi mereka. Engkau adalah kepercayaanku dan kepercayaan Alloh
atasnya. Aku berpesan kepadamu agar menjaga hati para pejabat, pejabat-pejabat
negara, dan para pembesarnya. Tidaklah engkau sampai kepada apa yang engkau
capai, melainkan melalui bantuan orang lain. Janganlah engkau mendendam seorang
pun, karena kematian itu tidak menyisakan siapapun (maksudnya, orang yang
didendami pasti akan mati juga). Waspadai hubungan antara dirimu dan orang
lain, karena engkau tidak akan diampuni, kecuali karena keridhaan mereka,
sedangkan hubungan antara dirimu dengan Alloh, maka Alloh akan mengampunimu
melalui taubatmu kepada-Nya, karena Dia Maha Pemurah.”
Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi
wafat setelah shalat shubuh di hari Rabu 27 Shafar 589 H.
(An-Nawadir As-Sulthaniyah wal
Mahasin Al-Yusufiyah dalam Shalahuddin Al-Ayyubi Pahlawan Islam Pembebas Baitul
Maqdis, Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Pustaka Al-Kautsar)
Sikap politik dan Kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubi
Diantara
berbagai nilai edukatif yang dapat ditangkap dari pengarahan yang disampaikan
oleh Shalahuddin dalam berbagai suratnya sebagai pemimpin politik dan umat,
yaitu :
1) Berpegang
pada prinsip kepatuhan kepada waliyul amr (pemimpin islami)
2) Membersihkan
simbol-simbol bid’ah dari berbagai mimbar dakwah
3) Larangan
dari sikap fanatik kepada madzhab
4) Menganjurkan
keutamaan bersikap adil dan perlakuan baik kepada rakyat
5) Perhatian
terhadap masalah peradilan
Strategi Militer Panglima
Shalahuddin
mulai memperkuat pertahanan berbagai kota, membangun sejumlah benteng dan
membentuk pasukan untuk menghadang serangan apapun yang dilancarkan
terhadapnya. Kala itu ia memfokuskan pada pembangunan berbagai kekuatan laut.
Karena ia menyadari, bahwa kekuatan bangsa Eropa terletak di laut dan kelemahan
mereka di darat. Dia harus membangun armada perang untuk mencegah konvoi armada
laut bangsa Eropa ketika akan mendukung kerajaan-kerajaan salib di pesisir Syam
dengan perbekalan, persenjataan dan bala tentara; setiap kali mereka
mendapatkan tekanan militer melalui daratan. Shalahuddin memperhatikan
pentingnya hubungan jalur perdagangan dan transportasi antara dua lautan; laut
tengah dan laut merah.
Taktik dan
strategi militer yang digunakan pasukan Al-Ayyubi antara lain dengan taktik
serangan kilat, dengan taktik perang gerilya dan melakukan penyerangan terhadap
musuh secara tiba-tiba dan memperoleh kemenangan sebelum musuh mampu menghimpun
kekuatan, menguasai sumber air dan makanan, serta taktik bertempur secara
bergantian yang dimaksudkan untuk melemahkan pasukan musuh.
Shalahuddin memasuki Baitul Maqdis dan Makna Toleransi
Shalahuddin memasuki kota Baitul
Maqdis pada hari Jumat 27 Rajab 583 H, setelah Balian memberikan perintah
kepada penjaga kota untuk melepaskan senjata dan menyerah kepada tentara Islam.
Hari itu hari yang bersejarah, panji-panji Islam berkibar di sepanjang tembok
kota. Blokade Shalahuddin terhadap kota ini berlangsung selama 12 hari. Dengan
jatuhnya Al-Quds, jatuhlah sebagian besar kota-kota dan wilayah yang masih
dalam penguasaan kristen Eropa di sebagian
besar wilayah Syam. Shalahuddin memasuki Al-Quds pada 27 Rajab,
bertepatan dengan Malam Isra’. Shalahuddin memerintahkan untuk mengembalikan
Al-Quds seperti semula sebelum diduduki pasukan salib karena mereka telah
banyak melakukan perubahan simbol-simbol Islam di kota itu. Sejarah tidak
mengenal penaklukan yang lebih santun dari penaklukan kaum Muslimin.
Shalahuddin menepati janjinya. Dia mempersilakan orang yang membayar tebusan
untuk keluar. Dia telah menunjuk amir-amir untuk menyambut orang-orang yang
akan keluar kota, dan menerima tebusan darinya, lalu mengizinkan mereka pergi.
Sejarawan Inggris Lin Paul mengungkapkan kekagumannya kepada Shalahuddin, dia
mengatakan “Waktu itu adalah kesempatan bagi penguasa Muslim untuk mengajari
kristen Eropa makna toleransi. Shalahuddin dan amir-amir lainnya telah membuktikan
kemurahan haati dan toleransi ketika ribuan masyarakat kristen Eropa tidak
sanggup membayar tebusan yang telah ditetapkan, Raja ‘Adil, Patrick dan Balian
memohon untuk membebaskan ribuan tawanan, Shalahuddin pun mengabulkan
permintaan itu dan membebaskan mereka. Shalahuddin juga memperlihatkan makna
toleransi dan akhlak mulia dengan memperlakukan tawanan dengan baik. Shalahuddin
mencontoh akhlak Rasulullah Saw ketika membebaskan warga kota Makkah dan para
pemimpinnya dalam peristiwa Fathu Makkah, dengan sifat pemaaf, pengasih dan
toleran. Shalat Jumat pertama di Baitul Maqdis, diadakan pada 4 Sya’ban 583 H.
Masjid Al-Aqsha adalah masjid yang diagung-agungkan para raja, dipuji para
rasul, dan disebut didalam AlQuran, “Maha Suci Alloh yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah
Kami berkahi sekelilingnya” (Al-Isra’ : 1).
Sebelumnya, ketika konflik sedang
berkecamuk, seorang wanita Kristiani meraung-raung, menangis sepanjang malam,
karena bayinya hilang. Tangisan pilu wanita ini sampai terdengar ke perkemahan
pimpinan pasukan salib. Lalu wanita itu disarankan agar meminta bantuan Sultan
Shalahuddin, karena dia dikenal pemurah hatinya dan senang menolong. Maka
wanita itu pun diantar untuk menuju ke perkemahan Sultan Shalahuddin. Dia
menceritakan masalahnya sambil menangis pilu. Tidak perlu menunggu waktu lama,
Sultan segera menugaskan prajuritnya untuk mencari bayi malang itu. Dengan izin
Alloh, bayi itu pun berhasil didapatkan, lalu dihadirkan ke hadapan sang ibu.
Tentu saja wanita itu sangat takjub, air matanya deras karena bahagia. Lalu
Sultan memerintahkan agar wanita itu dan bayinya diantarkan dengan selamat
sampai ke perkemahan pasukan salib.
Hubungan Amerika dan Israel
Para pemimpin Amerika membicarakan pentingnya Israel di mata
mereka. Koran Herald Tribune Internasional edisi no. 35818, tanggal 29 April
1998 M memuat pernyataan beberapa Presiden Amerika selama 50 tahun terakhir,
sejak berdiri Israel sampai sekarang. Mereka semua menegaskan akan menjamin
keamanan Israel. Koran itu menyebutkan : “Sejak terwujudnya kemerdekaan tahun
1948 M, Israel mempunyai tempat khusus di hati orang-orang Amerika dan di hati
pemimpin Amerika. Di setiap kantor ada kepala yang menyadari betapa pentingnya keamanan
Israel dalam tujuan nasional Amerika.
1) Bill Clinton mengatakan : “Amerika dan
Israel diikat oleh ikatan khusus, hubungan kami adalah seperti berlian berharga
di antara bangsa lain. Sebagaimana kondisi Amerika sekarang, Israel menikmati
demokrasi yang kuat sebagai lambang kebebasan. Dia adalah oase kemerdekaan,
tempat berlindung orang-orang yang teraniaya dan tertindas.”
2) George Bush : “Amerika Serikat dan
Israel menikmati persahabatan lebih dari 40 tahun yang dibangun atas dasar
saling menghormati, menegakkan prinsip-prinsip demokrasi, dan memulai mencari
solusi perdamaian di Timur Tengah dengan menyadari bahwa ikatan yang menyatukan
kedua negara ini tidak akan mungkin terpisahkan.”
3) Renald Reagan : “Laki-laki dan
perempuan setiap hari menetapkan keberanian dan keimanan, dan kembali pada
tahun 1948 M saat Israel didirikan. Para kritikus mengklaim bahwa negara baru
tidak akan mungkin berlanjut. Sekarang tidak seorang pun yang meragukan bahwa Israel adalah tanah yang
stabil dan menegakkan demokrasi di wilayah diktator dan penuh kekacauan.”
4) Jimmy Carter : “Keberlangsungan Israel
bukan semata masalah politik, tapi masalah moralitas. Inilah keimananku yang
mendalam terkait dengannya, yaitu keimanan yang juga menjadi keimanan sebagian
besar rakyat Amerika. Israel yang kuat dan aman, bukan hanya semata kepentingan
orang-orang Israel, tapi juga kepentingan Amerika Serikat dan dunia semuanya.”
5) Gerald Ford : “Dukunganku terhadap keamanan
dan masa depan Israel dibangun atas undang-undang dasar, yaitu perhatian
pribadi sebagai seorang yang berwawasan (berpendidikan) yang berperan mendukung
Israel sehingga dihormati oleh warisan nasional kita.”
6) Richard Nelson : “Orang-orang Amerika
mengagumi bangsa yang menggali gurun dan merubahnya menjadi kebun-kebun.
Orang-orang Israel telah menguatkan bukti-bukti yang dapat diterima orang-orang
Amerika, dimana orang-orang Israel mempunyai keberanian, nasionalisme, idealis,
dan cinta kebebasan. Saya telah melihat itu dan saya percaya dengannya.”
7) John F. Kennedy : “Israel dibuat bukan
untuk dilenyapkan, tapi akan tetap eksis dan tumbuh dengan pesat, sebagai hasil
keamanan dan tanah air bagi orang pemberani. Tidak akan rusak dengan
kebohongan-kebohongan atau dengan merusak moralitasnya, dia memikul perisai
demokrasi dan menyiarkan pedang kebebasan.”
8) Dwight Eisenhower : “Kekuatan kita
telah menyelamatkan sisa-sisa bangsa Yahudi di Eropa demi hidup baru, harapan
baru di tanah baru, kami bersama dengan tokoh-tokoh yang mempunyai tekad nyata,
menghidupkan negara kecil, saya berharap ini akan berhasil.”
9) Harry Truman : “Saya percaya Israel
sebelum berdirinya seperti saya percaya Israel sekarang. Saya yakin Israel akan
mempunyai masa depan cerah di depannya, bukan saja sebagai umat yang
tersendiri, tapi merupakan perwujudan bagi cita-cita besar negara kita”.
(Resensi dari membaca buku yang ditulis oleh Prof. DR. Ali Muhammad
Ash-Shalabi, Shalahuddin Al-Ayyubi Pahlawan Islam Pembebas Baitul Maqdis,
Pustaka Al-Kautsar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar