Tafsir al Qur an Surat Al anfaal
ayat 1 – 4
Barangkali
sering kita mendengar bacaan dari imam masjid, yakni bacaan surat al Anfaal
ayat 1 sampai 4 ini dibacakan sebagai bacaan surat pada rakaat pertama atau
rakaat kedua shalat fardhu. Sejatinya tentu banyak hikmah yang terkandung dalam
surat ini. Mari kita mentadabburinya lewat kitab tafsir Ibnu katsir berikut ini
:
“Mereka bertanya kepadamu tentang ghanimah.
Katakanlah, ‘Ghanimah itu kepunyaan Allah dan rasul. Maka bertakwalah kepada
Allah dan perbaikilah hubungan diantara kamu serta taatlah kepada Allah dan
rasul-Nya jika kamu merupakan orang-orang yang beriman.” (1) “Sesunguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah,
gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya,
bertambahlah keimanan mereka, dan kepada Tuhan merekalah mereka bertawakkal,
(2). Orang-orang yang mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian dari rezeki
yang telah Kami berikan kepada mereka, (3). Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat pada sisi
Tuhannya, ampunan, dan rezeki yang mulia, (4).
“Mereka bertanya kepadamu tentang ghanimah.
Katakanlah, ‘Ghanimah itu kepunyaan Allah dan rasul. Maka bertakwalah kepada
Allah dan perbaikilah hubungan diantara kamu serta taatlah kepada Allah dan
rasul-Nya jika kamu merupakan orang-orang yang beriman.” (1)
Al-Bukhari
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, al-anfaal berarti
ghanimah (harta rampasan perang). Diriwayatkan dari Said bin Jubair, dia
berkata : Aku bertanya kepada Ibnu Abbas ra. Ihwal surat al-anfaal. Maka dia berkata,
“Ayat itu diturunkan dalam Perang Badar.’ Adapun riwayat yang dikaitkan dengan
Ibnu Abbas, maka riwayat ini diceritakan pula oleh Ali bin Abi Thalhah dari
Ibnu Abbas bahwa dia berkata, “Al-Anfaal berarti rampasan perang yang khusus
bagi Rasulullah Saw. Tiada seorang pun yang berhak mendapatkan bagian sedikit
pun.” Ibnu Abbas menafsirkan dengan sanad yang shahih bahwa an-nafl ialah pemberian yang diberikan
oleh pemimpin kepada individu-individu tertentu sebagai tambahan atas bagian
pokok. Pengertian an-nafl inilah yang
segera dipahami oleh mayotitas fuqaha. Wallahu
a’lam.
Ibnu Mas’ud dan
Masruq berkata : Tiada kelebihan dalam peristiwa perang yang hebat.
Sesunggguhnya tambahan itu hanya terdapat pada saat sebelum bertemu musuh.
Sehubungan dengan ayat, “Mereka bertanya kepadamu tentang ghanimah”, Abdullah
bin Mubarak dan yang lainnya meriwayatkan dari Atha’ bin Abi Rabah, dia
menafsirkan, “Mereka bertanya kepadamu ihwal binatang kendaraan, budak sahaya
laki-laki, budak perempuan , atau benda lainyya yang masuk ketengah-tengah muslimin dari kaum
musyrikin dalam situasi yang bukan perang. Itulah yang disebut an-nafl yaitu tambahan bagi Nabi Saw.
Beliau dapat meperlakukannya menurut kemauan dia.” Penafsiran ini memastikan
bahwa dia menafsirkan al-anfal dengan al-fai’, yaitu barang yang diambil dari
kaum kafir bukan melalui perang. Ibnu Jarir berkata, “Para sahabat yang lain
mengatakan, al-anfaal ialah tambahan bagi tawanan. Pemberian itu diberikan oleh
pemimpin kepada pasukan khusus sebagai tambahan atas pembagian pokok yang tidak
diberikan kepada tentara lain. Penafsiran ini dipilih oleh ibnu Jarir.
Penafsiran tadi
didukung oleh keterangan yang berhubungan dengan sebab turunnya ayat itu,
keterangan itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Sa’ad bin malik, berkata
(354), “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, pada hari ini Allah telah membalas
dendamku kepada kaum musyrikin. Maka berikanlah pedang ini kepadaku. ‘Maka beliau
bersabda, ‘Pedang ini bukan untukmu dan bukan pula untukku.’ Kemudian aku pun
meletakkannya, lalu pulang dan berkata kepada diri sendiri, ‘Mudah-mudahan
pedang ini tidak diberikan kepada orang yang tidak merasakan cobaan seperti
yang aku rasakan.’ Tiba-tiba seseorang memanggil dari belakangku. Aku berkata,
‘Apakah Allah telah menurunkan ayat sehubungan dengan Aku?’ Nabi bersabda,
‘Tadi kamu meminta pedang itu kepadaku. Ia bukanlah
milikku. Sesunggunya Dia telah memberikannya kepadaku. Sekarang, ambillah
pedang itu untukmu. ‘Ternyata Allah menurunkan ayat ini, “Mereka bertanya
kepadamu ihwal ghanimah. Katakanlah, ‘Ghanimah itu kepunyaan Allah dan Rasul.”
(HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa’i)
Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Daud, tirmidzi dan an-Nasa’I dari berbagai jalur yang
berpusat pada Abi bakar bin Iyasy. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan
dan shahih.
Firman Allah
Ta’ala, “Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara kamu.”
Yakni, bertakwalah kepada Allah dalam segala persoalanmu dan perbaikilah
persoalan yang terjadi diantara kamu serta janganlah kamu saling menzalimi,
bermusuhan, dan berselisih. Petunjuk dan pengetahuan yang diberikan Allah
kepadamu adalah lebih baik daripada apa yang kamu perselisihkan karenanya.
“Serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya”, yakni, terhadap pembagiannya
diantara kamu menurut cara yang dikehendaki Allah. Sesungguhnya beliau
membagikan ghanimah menurut perintah Allah, yaitu berdasarkan keadilan dan
keinsafan, “Jika kamu merupakan orang-orang yang beriman”.
“Sesunguhnya orang-orang yang beriman itu adalah
mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah keimanan mereka, dan kepada
Tuhan merekalah mereka bertawakkal, (2). Orang-orang yang mendirikan shalat dan
menginfakkan sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka, (3).
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh
beberapa derajat pada sisi Tuhannya, ampunan, dan rezeki yang mulia, (4).
Sehubungan
dengan firman Allah Swt, “Sesunguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah,
gemetarlah hati mereka”, Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas
menafsirkan ayat itu dengan, Tidak ada sedikitpun keteringatan kepada Allah di
dalam hati orang munafik ketika mengerjakan berbagai kewajiban. Mereka tidak
beriman sedikitpun terhadap ayat-ayat Allah, tidak bertawakkal kepada Nya,
tidak mendirikan shalat pada saat tidak diketahui orang lain, dan tidak
membayar zakat atas hartanya. “Sesunguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah,
gemetarlah hati mereka”, yakni kaget dan takut lalu mereka mendirikan
kewajiban dari-Nya, mendirikan segala perintah, dan meninggalkan segala
larangan-Nya. Inilah sifat mukmin sejati.
Firman Allah
Ta’ala, “Dan apabila dibacakan kepada
mereka ayat-ayatNya, bertambahlah keimanan mereka,” yakni pembenaran
mereka. Al Bukhari dan imam lainnya menjadikan ayat ini dan ayat lain yang
sejenis sebagai dalil yang menunjukkan kepada bertambahnya keimanan dan
kelebihannya di dalam hati, seperti firman Allah Ta’ala, “Adapun orang-orang
yang beriman, maka bertambahlah keimanan mereka sedang mereka merasa bersuka
cita.” Inilah mazhab mayoritas imam, bahkan dikatakan hal tersebut merupakan
ijma.
Firman allah
Ta’ala, “dan kepada Tuhan merekalah
mereka bertawakkal,” yakni mereka tidak mengharapkan selain Dia, tidak
menuju kecuali kepada Dia, tidak berlindung kecuali kapada sisi-Nya, tidak
meminta kebutuhan kecuali kepada-Nya, dan tidak mencintai kecuali kepada-Nya.
Mereka mengetahui bahwa apa yang Dia kehendaki akan terjadi dan apa yang tidak
dikehendaki-Nya tidak akan terjadi; bahwa Dialah seorang yang mengelola
kerajaan, tiada sekutu bagi-Nya, tiada yang membantah ketetapan-Nya, dan Dia
Maha cepat perhitungan-Nya. Oleh karena itu, Said bin Zubair mengatakan,
“Tawakal kepada Allah merupakan himpunan keimanan.”
Firman Allah
Ta’ala, “Orang-orang yang mendirikan
shalat dan menginfakkan sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada
mereka,”. Mendirikan shalat ialah memelihara shalat dalam aspek waktu,
wudhu, kesempurnaan rukunnya seperti ruku dan sujud serta pembacaan ayat
al-Quran berikut tuma’ninah dalam pengerjaan rukun-rukun itu, tasyahud, dan
membaca shalawat kepada Nabi Saw. Menginfakkan sebagian rezeki yang telah
diberikan Allah meliputi pengeluaran zakat dan pemberian hak-hak hamba lainnya
baik pemberian wajib maupun sunat. Pemberian ini dimaksudkan untuk
memberitahukan bahwa harta ini hanyalah pinjaman dan titipan pada manusia yang
nyaris terpisah.
Firman Allah
Ta’ala, “Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya.” Amr bin Murah berkata, “Sesungguhnya al-Quran itu
diturunkan dalam bahasa Arab.” Penggalan ini seperti ungkapan, “Si fulan
merupakan sayyid sejati, sedangkan
khalayak disebut sadat; si Fulan
merupakan pedagang sejati, sedangkan khalayah disebut tujar, dan si fulan merupakan penyair sejati, sedangkan khalayak
disebut syu’ara.”
Firman Allah
Ta’ala, “Mereka akan memperoleh beberapa
derajat pada sisi Tuhannya, ampunan, dan rezeki yang mulia,” yakni akan
memperoleh sejumlah kedudukan, maqom, dan derajat di surga, “dan ampunan”, yakni Allah akan
mengampuni aneka keburukan mereka dan menerima syukur mereka. Dalam Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim dikatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda,
‘Para penghuni
tempat tertinggi benar-benar dapat dilihat oleh orang yang lebih rendah
tempatnya daripada mereka seperti halnya kamu melihat bintang yang melintas di
salah satu ufuk langit. Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, itu adalah
tempat para Nabi yang tidak dapat diperoleh oleh selain mereka’. Beliau
bersabda, ‘Bukanlah demikian, namun demi Yang jiwaku dalam genggaman-Nya,
mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan pada
rasul.’ (HR Bukhari dan Muslim).
Demikian, semoga
kembali kepada kita dengan hikmah dan pelajaran.
Sumber : Kitab
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2 Gema Insani Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar