BERSUCI ( THAHARAH )
Bersuci
secara etimologis berarti membersihkan diri dari kotoran. Apakah itu kotoran
yang sifatnya indrawi seperti najis, ataupun kotoran yang bersifat maknawi
seperti aib. Sementara itu menurut syara’, bersuci memiliki pengertian suatu
perbuatan yang menyebabkan bolehnya melaksanakan shalat (atau hal lain yang
hukumnya sama dengan shalat). Misalnya berwudhu (untuk orang yang belum
berwudhu), mandi (bagi orang yang wajib mandi), serta membersihkan pakaian,
badan, dan tempat.
Keharusan
bersuci ini menunjukkan bahwa islam sangat memerhatikan kesucian dan
kebersihan. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya
Alloh menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang
menyucikan diri” (Quran Surat Al Baqarah ayat 222). Dan pada hadisnya,
Rasulullah Saw bersabda, “Bersuci itu
separuh dari iman” (HR Bukhari), dalam hadis yang lain, “Ada lima kegiatan yang merupakan fitrah,
yakni berkhitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku,
dan memendekkan kumis” (HR Bukhari Muslim).
Bersuci dengan Air
Ada empat
macam air dalam kaitannya dengan bersuci, yaitu :
1) Air
suci menyucikan, yaitu air pada umumnya dan keadaannya masih seperti kali
pertama diciptakan. Disebut pula air mutlak. Contoh : air sungai, air laut, air
hujan, dan sebagainya
2) Air
suci menyucikan tapi makruh, yaitu air yang dijemur di bawah sinar matahari
3) Air
suci tak menyucikan, ada dua jenis, jenis pertama yakni air bekas pakai bersuci
seperti mandi dan berwudhu. Sementara dalam kitab fiqih sunnah, air bekas pakai
bersuci ini disebut air musta’mal dan disebut suci menyucikan.
Dan jenis kedua yakni
air yang telah bercampur dengan zat-zat suci lain yang biasanya tidak terkandung
dalam air, dan tidak mungkin lagi dipisahkan darinya. Contoh : air teh
4) Air
mutanajjis, yaitu air yang sudah kena najis. Imam Nawawi mengungkapkan. “Ibnu
al Mundzir berpendapat, air dengan kadar yang sedikit ataupun banyak dan
berubah rasa, warna, atau baunya karena tercampur najis, maka air tersebut
menjadi air bernajis menurut ijmak para ulama”.
Air yang dapat
digunakan untuk bersuci hanyalah air jenis pertama dan kedua, walupun jenis
kedua makruh digunakan untuk fisik. Adapun jenis air yang ketiga tidak bisa
dipakai bersuci, sekalipun suci zatnya yang menyebabkan tetap dapat dipakai
untuk keperluan selain bersuci, misalnya keperluan minum, memasak, atau
lainnya. Sementara itu, jenis air yang keempat, air mutanajjis, tidak bisa
digunakan sama sekali.
Bersuci dari Najis
Najis
secara bahasa berarti segala hal yang menjijikkan. Menurut terminologi syara’,
najis adalah hal yang menjijikkan yang menyebabkan shalat tidak sah. Contohnya,
darah dan air seni. Ada banyak benda yang diangggap najis, diantaranya sebagai
berikut :
a. Khamar
dan semua zat cair yang memabukkan
b. Anjing
dan babi
c. Bangkai,
kecuali jenazah manusia, bangkai ikan, dan bangkai belalang
d. Darah
cair termasuk nanah, kecuali hati dan limpa
e. Kotoran
dan air seni manusia dan binatang
f.
Semua bagian tubuh binatang yang putus dalam
keadaan hidup, kecuali rambut dan bulu hewan yang biasa dikonsumsi dagingnya
g. Susu
binatang yang dagingnya tidak untuk dikonsumsi, seperti kedelai dan sejenisnya.
Najis yang
masih dapat dilihat secara kasat mata disebut najis ‘aini, sedangkan najis yang
sudah kering dan tidak terlihat lagi warna atau baunya disebut najis hukmi.
Benda-benda
najis yang telah disebut di atas dikelompokkan menjadi najis berat, sedang dan ringan.
Najis berat (mughallazhah), seperti anjing dan babi. Najis ini baru hilang
setelah dibasuh dulu tujuh kali dengan air, dimana salah satunya dengan tanah. Sementara
dalam kitab fiqih sunnah disebutkan pencucian yang pertama mesti menggunakan
tanah.
Najis ringan
(mukhaffafah), seperti air kencing bayi yang belum mengonsumsi apa-apa selain
susu dan berusia di bawah dua tahun. Dalam kitab fiqih sunnah disebutkan
kencing bayi laki-laki yang hanya meminum air susu. Cara menyucikannya, dengan
memercikkan air disebar secara merata ke tempat yang kena najis, tanpa perlu
mencucinya. Najis sedang (mutawassitah), yaitu najis selain kedua jenis di atas.
Contohnya, air seni orang dewasa, kotoran hewan, dan darah. Cara menyucikannya
dengan mencuci hingga najis berikut bekas-bekasnya hilang.
Menyucikan
kulit hewan selain anjing dan babi adalah dengan cara disamak. Menyamak adalah
proses yang dapat menghilangkan kelembaban kulit yang dapat merusak dengan
suatu zat, yang mudah terbakar dan berbau tajam sehingga jika terkena air tidak
berbau dan rusak. Rasulullah Saw bersabda, “Jika
kulit disamak, ia pun menjadi suci” (HR Muslim)
Adab Istinja
Istinja
artinya menghilangkan atau meminimalkan najis dari tempat keluarnya air seni
atau kotoran. Beristinja hukumnya wajib. Istinja dapat dilakukan dengan air
mutlak. Air merupakan alat bersuci paling utama dari najis. Disamping air,
semua benda padat juga dapat menjadi alat untuk menghilangkan najis, seperti
batu, kertas dan semacamnya. Orang yang buang hajat disunnahkan untuk mendahulukan
kaki kirinya ketika masuk WC dan mendahulukan kaki kanannya ketika keluar,
serta membaca doa baik sebelum masuk WC maupun setelah keluar, menjauhkan dan
menyembunyikan diri dari penglihatan manusia dan agar tidak terdengar suara
atau tercium baunya, tidak berbicara, dan tidak menghadap atau membelakangi
kiblat jika ditempat terbuka, dan beristinja dengan menggunakan tangan kiri
sementara tangan kanan menyiramkan air.
Bersuci dari hadas
Hadas
menurut syara’ adalah suatu kondisi yang dialami anggota tubuh yang
mengakibatkan tidak sahnya shalat, atau hal lain yang sama hukumnya dengan
shalat. Ada dua jenis hadas, yaitu : Hadas kecil yang dapat dihilangkan dengan
berwudhu, dan hadas besar yang dapat dihilangkan dengan mandi.
Wudhu
Alloh Swt
berfirman dalam Quran Surah Al Maidah ayat 6 : “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan
shalat, maka basuhlah wajahmu da tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki”.
Fardhu
wudhu ada enam, yaitu : niat, membasuh muka, membasuh kedua tangan sampai ke
siku, menyapu kepala, membasuh kaki sampai mata kaki, dan berurutan. Sedangkan
sunnah dalam berwudhu antara lain :
a. Membaca
bismillah di awal wudhu
b. Membasuh
telapak tangan tiga kali
c. Bersiwak
/ menggosok gigi
d. Berkumur-kumur
dan membersihkan hidung dengan air
e. Menyela-nyela
janggut yang lebat dengan jemari
f.
Menyapu seluruh kepala
g. Menyela
jemari tangan dan kaki
h. Menyapu
telinga bagian luar dan dalam
i.
Melakukan fardhu dan sunnah wudhu tiga kali –
tiga kali
j.
Mendahulukan yang kanan dari yang kiri
k. Menggosok
anggota tubuh dengan tangan
l.
Beriringan
m. Melebihkan
basukan pada bagian depan kepala, lengan di atas siku, dan bagian di atas mata
kaki
n. Hemat
dan tidak boros menggunakan air
o. Menghadap
kiblat
p. Tidak
bicara saat berwudhu
q. Berdoa
ketika memulai wudhu dan membaca tasyahud dan berdoa usai berwudhu
Hal – hal yang dapat membatalkan
wudhu :
a) Benda
apa pun yang keluar melalui kelamin dan anus, baik itu air seni, kotoran, darah
atau angin
b) Tidur
pulas
c) Hilangnya
kesadaran yang disebabkan karena mabuk, pingsan, sakit atau gila
d) Menyentuh
istri atau lawan jenis yang bukan mahram, tanpa pelapis apa pun. Sementara dalam
kitab fiqih sunnah disebutkan bahwa menyentuh perempuan tanpa pembatas tidak serta
merta membatalkan wudhu
e) Menyentuh
alat kelamin atau dubur milik sendiri atau orang lain dengan telapak tangan dan
jemari tanpa dilapisi apa pun.
Mandi
Ada dua macam
mandi, yaitu :
1. Mandi
wajib, yaitu mandi yang dilakukan karena sebab-sebab khusus yang menjadi
prasyarat sahnya ibadah. Sebab-sebab itu adalah junub, haid, melahirkan dan
meninggal. Dalam kitab fiqih sunnah juga disebutkan mandi wajib bagi orang
kafir jika sudah masuk Islam.
2. Mandi
sunnah, yaitu mandi yang tanpa melakukannya shalat tetap sah. Meski demikian,
dalam tertentu syara’ sangat menganjurkan mandi. Contoh : mandi sebelum shalat
jumat, mandi hari raya, mandi shalat gerhana, mandi shalat istisqa, mandi
setelah memandikan jenazah, mandi dalam rangkaian prosesi haji.
Fardhu mandi
ada dua, yaitu berniat ketika memulai mandi, dan membasuh semua permukaan kulit
dan rambut dengan air serta memastikan sampainya air ke akar rambut. Sedangkan
sunnah mandi antara lain : membasuh tangan, menggosok badan, berwudhu, menyisir
rambut dan membasuh kepala, dan mendahulukan membasuh bagian tubuh sebelah
kanan daripada sebelah kiri.
Tayammum
Tayammum
berarti mengusapkan tanah suci ke wajah dan dua tangan dengan niat dan cara
tertentu. Tayammum berkedudukan sebagai pengganti wudhu atau mandi disebabkan
ketiadaan air, atau letaknya terlalu jauh atau karena sedang menderita suatu
penyakit yang tidak boleh terkena air. Alloh Swt berfirman : “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan,
atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, maka jika kamu
tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah
wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu”
(Quran Surah Al Maidah ayat 6).
Syarat
– syarat tayammum, antara lain : mengetahui dengan pasti bahwa shalat sudah
masuk, sudah berusaha terlebih dahulu mencari air begitu masuk waktu shalat,
tanah yang digunakan adalah tanah yang suci, bukan debu berpasir atau berbentuk
bubuk halus, menghilangkan najis terlebih dahulu, dan terlebih dahulu menghadap
kiblat. Rukun tayammum ada empat, yaitu berniat, menyapu wajah dan menyapu
kedua tangan sampai siku dengan dua kali menepuk tanah, serta berurutan.
Daftar pustaka :
- Buku “Fikih Manhaji” Kitab Fikih Lengkap Imam Asy-Syafi’i Jilid 1. Dr. Musthafa al-Bugha. Dr. Musthafa al-Khann, Ali al-Syurbaji. Penerbit Pustaka Darul Uswah.
- Buku “Fiqih Sunnah” Jilid 1. Sayyid Sabiq. Penerbit Pena.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar