ILMU FIKIH
Kata
fikih (fiqh) mempunyai dua arti; arti
menurut bahasa dan arti terminologi. Secara bahasa, fikih berarti faham. Kata faqiha – yaqfahu sama artinya dengan
kata fahima – yafhamu. Ini terlihat
dalam firman Allah Swt :
“Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak
memahami pembicaraan (sedikit pun) ? (Quran Surah An Nisa ayat 78)
“Tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka” (Quran Surah Al Isra’
ayat 44)
Rasulullah Saw bersabda, “Memperlama shalat Jum’at dan memperpendek
khutbah adalah salah satu tanda kefakihan seseorang” (HR Muslim).
Adapun
secara terminologi, fikih memiliki dua makna. Pertama, fikih sebagai ilmu
pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang mengatur tindak tutur dan tingkah
laku manusia, disarikan dari dalil-dalil detail syar’i, yaitu nash-nash dari
AlQuran dan Sunnah, serta ijmak dan ijtihad yang berdasarkan pada AlQuran dan
Sunnah. Contoh dari pengertian ini
adalah pengetahuan kita tentang wajibnya niat dalam berwudhu, yang disimpulkan
dari sabda Nabi Muhammad Saw, “Sesungguhnya
amal itu tergantung pada niatnya” (HR Bukhari dan Muslim).
Kedua,
fikih berarti hukum syar’i itu sendiri. Contohnya hukum wudhu, hukum shalat,
hukum jual beli, dan sebagainya. Fikih Islam meliputi semua aspek hukum yang
diperlukan oleh umat manusia. Ia mengurusi segala hal yang bersentuhan langsung
dengan kehidupan seseorang, baik secara pribadi maupun dalam bermasyarakat.
Kitab-kitab
fikih yang memuat berbagai produk hukum bersumber dari AlQuran, Sunnah, ijmak
dan ijtihad pada ulama. Ada beberapa jenis hukum ini antara lain :
1) Ibadah : hukum-hukum yang berkaitan
dengan ibadah kepada Allah seperti wudhu, shalat, puasa, zakat, haji dan
sebagainya
2) Ahwal syakhshiyyah : hukum yang
mengatur masalah keluarga seperti pernikahan, perceraian, nasab dan persusuan,
nafkah dan warisan, dan sebagainya
3) Mu’amalah : hukum yang berkaitan dengan
perbuatan manusia dan pergaulan dengan sesama, seperti jual beli, gadai dan
sewa, tuduhan dan bukti, peradilan, dan sebagainya
4) Ahkam sulthaniyyah atau Siyasah syar’iyyah :
hukum yang mengurus masalah kewajiban seorang pemimpin, seperti keharusan
menegakkan keadilan, mencegah kezaliman, penerapan hukum, kewajiban warga
negara seperti taat dalam hal yang bukan maskiat dan sebagainya
5) Uqubat : hukum yang membahas soal
hukuman, contohnya hukuman terhadap pelaku pembunuhan, pelaku pencurian,
peminum minuman keras, dan sebagainya. Disebut juga dengan istilah jinayah.
6) Siyar : hukum yang mengatur tentang
hubungan antarnegara, seperti aturan perang-damai dan sebagainya
7) Adab wa akhlaq : hukum yang berkaitan
dengan perilaku dan budi pekerti, kesopanan dan ketidaksopanan, dan sebagainya.
Fikih
bersumber dari AlQuran, Sunnah, ijmak dan qiyas. Yang dimaksud dengan ijmak
berarti kesepakatan semua ulama mujtahid terhadap suatu hukum syar’i. Contohnya
para sahabat Nabi Muhammad Saw berijmak bahwa seorang kakek berhak memperoleh
seperenam dari harta warisan cucunya apabila yang hidup hanya anak laki-laki
dari almarhum, sedangkan ayah almarhum telah tiada. Qiyas pengertiannya adalah
menganalogikan suatu perkara yang tidak ada hukum sya’inya dengan hal lain yang
ditetapkan hukumnya oleh nash. Hal ini bisa terjadi dengan adanya kesamaan
illat antara keduanya. Contohnya haramnya minuman keras yang bersifat memabukkan
serupa khamar.
Allah Swt
mengharuskan kaum Muslimin untuk mengikuti hukum-hukum fikih dalam setiap
aktivitas kehidupan dan dalam hubungan dengan sesama secara konsekuen. Allah
Swt berfirman :
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu
ikuti selain Dia sebagai pemimpin” (Quran Surah Al A’raf ayat 3)
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan
engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,
(sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan
yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (Quran Surah An
Nisa ayat 65)
Istilah – istilah dalam fikih
Fardhu
yaitu apa yang diperintahkan syariat secara tegas. Mengerjakannya berpahala dan
meninggalkannya mengundang datangnya hukuman. Contohnya adalah puasa.
Wajib,
wajib menurut Imam Syafi’i memiliki pengertian yang sama persis dengan fardhu.
Tidak ada perbedaan arti sama sekali antara keduanya, kecuali dalam masalah
ibadah haji. Wajib haji adalah segala sesuatu yang tidak berkenaan langsung
dengan sahnya haji. Dengan kata lain, meninggalkannya tidak menyebabkan haji
menjadi tidak sah dan menjadi batal, namun harus membayar fidyah.
Fardhu
ada dua jenis, yaitu fardhu ‘ain (kewajiban yang mesti dilakukakn oleh setiap
individu mukalaf, seperti sholat, puasa, dll), dan fardhu kifayah (kewajiban
secara bersama-sama atau kolektif, seperti menyelenggarakan dan menshalatkan
jenazah)
Rukun
ialah sesuatu yang wajib kita kerjakan dan menjadi bagian dari amal, contohnya
rukuk dan sujud dalam shalat. Sedangkan syarat ialah sesuatu yang wajib
dikerjakan, tapi bukan bagian dari perbuatan amal bersangkutan, melainkan
pendahuluannya saja, seperti menghadap kiblat ketika akan shalat.
Mandub
atau sunnah, yaitu perbuatan yang tidak secara tegas dituntut oleh syara’ untuk
dilakukan. Mengerjakannya akan mendatangkan pahala, tapi meninggalkannya tidak
mengundang hukuman. Contohnya shalat dhuha, puasa enam hari di bulan Syawal,
dan sebagainya.
Mubah
adalah perbuatan yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditingggalkan karena
syara’ tidak meminta kita untuk meninggalkan atau mengerjakannya.
Haram
adalah susuai yang diminta oleh syara’ secara tegas untuk kita tinggalkan,
sedangkan mengerjakannya akan mengundang hukuman. Contohnya adalah membunuh.
Makruh,
ada dua jenis makruh yaitu makruh tahrimiy dan makruh tanzihiy. Makrum tahrimy
adalah perbuatan yang diminta oleh syara’ secara tegas untuk ditinggalkan, tapi
derajatnya masih di bawah haram. Contohnya shalat sunnah mutlak yang dikerjakan
ketika matahari terbit atau terbenam. Sedangkan makruh tanzihiy adalah
perbuatan yang tidak tegas-tegas diminta oleh syarat untuk ditinggalkan.
Contohnya berpuasa hari arafah bagi jamaah haji, tidak berpuasa demi
mengamalkan perintah agama menimbulkan pahala, tapi berpuasa juga tidak ada
hukumannya.
Qadha
ialah mengerjakan ibadah di luar waktu yang telah ditentukan syara’. Contohya,
mengerjakan puasa ramadhan bukan pada bulan ramadhan (usai ramadhan) tersebab
uzur sakit, dan sebagainya. Sedangkan Ada’ ialah melaksanakan ibadah pada waktu
yang telah ditentukan oleh syara’. I’adah
ialah mengulang kembali suatu ibadah pada waktunya berharap tambahan pahala.
Ada
beberapa kitab fikih dari imam-imam mazbab yang sampai saat ini menjadi rujukan
kaum muslimin yaitu :
1.
Mazhab Imam Syafi’I : Al majmu’ syarhu al
muhadzdzab
2.
Mazhab Hambali
: Al mughonna, Ibnuu Qidamah al muqdas
3.
Mazhab Maliki : Bidayatu al mujtahid wa nihayatu
al muqtashid, Ibnu Rusyd
4.
Mazhab Hanafi : Al Mudawwanatu al kubra
Daftar pustaka :
- Buku “Fikih Manhaji” Kitab Fikih Lengkap Imam Asy-Syafi’i Jilid 1. Dr. Musthafa al-Bugha. Dr. Musthafa al-Khann, Ali al-Syurbaji. Penerbit Pustaka Darul Uswah.
- Kajian Ilmu Fikih Lembaga Pendidikan Insani Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar